REPUBLIKA.CO.ID, NICE -- Sopir truk yang melakukan serangan di Nice, Prancis dilaporkan sempat mengirimkan foto dengan pose tertawa beberapa saat sebelum peristiwa mengerikan itu terjadi. Saudara laki-laki dari pelaku menceritakan hal ini.
Mohamed Lahouaiej Bouhlel melakukan serangan dengan menabrakkan truk dengan kecepatan tinggi ke arah kerumunan orang saat perayaan Bastille Day. Sebanyak 84 tewas, serta puluhan lainnya terluka.
Bouhlel diketahui berasal dari Tunisia. Pria berusia 31 ini juga dilaporkan bekerja sebagai sopir pada sebuah jasa pengiriman barang.
Dari keterangan yang didapatkan dari saudara laki-laki Bouhlel, adiknya sedang merayakan hari libur nasional Prancis bersama dengan teman-temannya. Pria bernama Jabeur ini pun mendapat kiriman foto yang menunjukkan keceriaan.
"Saat itu dia (Bouhlel) mengatakan saat itu adalah hari terakhir dirinya berada di Nice bersama teman-teman dari Eropa untuk merayakan hari nasional Prancis. Dia terlihat sangat bahagia dalam foto," ujar Jabeur, Senin (18/7).
Bouhlel sebelumnya dikatakan pernah terlibat dalam kejahatan seperti penyalahgunaan senjata dan kekerasan di Prancis. Namun, belum ada bukti yang menunjukkan dirinya terkait dengan aktivitas teroris.
Beberapa hari sebelum melakukan serangan, Bouhlel juga dilaporkan mengirim sejumlah uang untuk keluarganya di Tunisia. Menurut Jabeur, jumlah dari uang tersebut tidaklah sedikit, yaitu sebesar 84 ribu poundsterling atau setara dengan 1,5 miliar rupiah.
Setelah insiden itu berlangsung, pihak kepolisian Prancis melakukan penangkapan terhadap dua orang laki-laki dan perempuan. Mereka diketahui berasal dari Albania dan dekat dengan Bouhlel.
Sebanyak empat orang yang juga diduga terkait dengan peristiwa ini sebelumnya juga ditangkap, salah satunya mantan istri Bouhlel. Hingga kini mereka dilaporkan masih berada dalam tahanan, kecuali mantan istri pelaku yang dibebaskan pada Jumat (15/7).
Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengaku berada di balik serangan Nice. Kelompok militan itu mengatakan Bouhlel merupakan salah satu anggota mereka.
Namun, hingga kini pihak berwenang belum menemukan bukti Bouhlel terkait dengan ISIS maupun kelompok militan lainnya.