Senin 18 Jul 2016 17:01 WIB

Kasus Lahan di Cengkareng, DPRD: BPKAD DKI tak Beres Kelola Aset

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bayu Hermawan
Politikus PDIP Gembong Warsono (kedua kanan)
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Politikus PDIP Gembong Warsono (kedua kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai kinerja Badan Pencatatan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta mengecewakan. Hal itu terkait masalah pembelian lahan untuk Rusun di Cengkareng Barat.

Anggota Komisi A yang membidangi pemerintahan itu mengatakan masalah pembelian lahan bisa terjadi karena pencatatan aset tidak baik. Sebab jika BPKAD mampu menjalankan perannya dengan baik, maka masalah tumpang tindih pembelian lahan seperti di Rusun Cengkareng Barat bisa dihindari.

"BPKAD tak mampu catat aset yang baik, saya enggak katakan kecolongan, sebab pendataaannya enggak baik (secara keseluruhan). Kan filosopi pencatatan aset itu catat yang ada dan yang ada dicatat. Nah ini Pemda sudah punya barang kenapa enggak dicatat. Berarti itu ada ketidakberesan dalam pengelolaan aset," katanya, Senin (18/7).

Politikus PDIP tersebut meminta sebaiknya BPKAD transparan soal pencatatan publik. Selain itu, ia menilai buruknya perencanaan juga menjadi salah satu alasan hingga pembelian lahan rusun Cengkareng Barat bermasalah

"Ketidakberesan dalam pengelolaan aset. Harusnya BPKAD bisa sampaikan ke publik kenapa hal ini bisa terjadi. Itu dari segi pencatatannya. Kalau masalah pembebasan lahannya itu berakibat dari perencanaan yang enggak baik," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, dugaan korupsi pembelian lahan di Cengkareng Barat berawal dari audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasil audit menunjukan Pemerintah DKI, melalui Dinas Perumahan dan Gedung, membeli lahan itu dari Toeti Noezlar Soekarno senilai Rp 668 miliar pada November 2015. Padahal lahan tersebut sudah tercatat sebagai aset pemerintah daerah sejak 1967.

Diduga untuk memperlancar proses pembelian, Toeti melalui kuasa hukumnya memberikan uang sebesar Rp9,6 miliar kepada salah seorang kepala bagian di Dinas Perumahan. Uang itu sempat ditawari kepada Ahok, namun dia menolak dan melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Bareskrim Polri kini tengah melakukan penyidikan terkait kasus tersebut. Sebanyak 15 orang termasuk diantarannya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah dipanggil oleh Bareskrim Polri. Namun hingga kini Polri belum menetapkan satu pun tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement