Rabu 20 Jul 2016 08:37 WIB

Vaksin Palsu, Tak Adil Jika Hanya Menyalahkan Dokter dan RS

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
Vaksin palsu (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Vaksin palsu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kesehatan dari Universitas Indonesia Agustin Kusmayati menilai, dalam kasus vaksin palsu, dokter dinilai hanya terkena akibat dari masalah dan kelemahan sistem pengawasan obat di sisi hulu. Sedangkan peristiwa dokter menyuntikkan vaksin ke pasiennya berada di sisi hilir.

"Masalah yang terlihat di sebelah hilir, padahal akarnya ada di hulu. Banyak sekali masalahnya dan menyangkut banyak pihak atau sektor," katanya kepada Republika.co.id.

Hal serupa terjadi pada sistem pengawasan obat dan makanan. Jika output yang diinginkan adalah terawasinya makanan dan obat yang beredar di Indonesia, maka harus dibangun rangkaian prosesnya. Lalu harus juga disediakan seluruh input yang dibutuhkan untuk menjalankan proses tersebut.

Agustin berpandangan, Indonesia memiliki kelemahan baik pada proses maupun input-nya. "Jadi keseluruhan bangunan sistemnya menjadi tidak kuat. Banyak celah dan mudah diterobos," kata dia.

Menurut Agustin, tidak adil jika publik menimpakan kesalahan hanya kepada dokter dan rumah sakit yang secara tidak sengaja menggunakan vaksin palsu. Bisa jadi rumah sakit atau dokter melakukan kesalahan dalam proses pengadaan vaksin sehingga terjebak pada penggunaan vaksin palsu.

"Untuk kesalahan ini tentu ada perbaikan yang harus dilakukan, tetapi yang lebih penting adalah menelaah sistem produksi, distribusi, dan pengawasan. Saya berpendapat bahwa tanggung jawab ini harus ditanggung bersama," katanya.

Dalam kesempatan itu, Agustin mengatakan, imunisasi ada yang menjadi program nasional dan ada imunisasi yang direkomendasikan oleh para ahli. Ada banyak pertimbangan yang menjadi dasar dalam penetapan jenis imunisasi yang menjadi program nasional. Sepanjang pengetahuan Agustin, untuk program imunisasi nasional, pemerintah sudah berusaha menjamin ketersediaan vaksin.

Vaksin untuk program imunisasi nasional sudah bisa diproduksi sendiri sehingga terjamin. Yang belum dapat dijamin ketersediaannya adalah vaksin-vaksin yang tak termasuk program nasional sehingga sebagian harus diimpor dan berharga mahal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement