Ahad 24 Jul 2016 14:19 WIB

Pengusaha Usul Ketebalan Plastik Ditambah

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Angga Indrawan
Ahmad (6), mencari sampah plastik diantara tumpukan sampah dan limbah bekas pembangunan proyek di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Selasa (31/1). (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Ahmad (6), mencari sampah plastik diantara tumpukan sampah dan limbah bekas pembangunan proyek di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Selasa (31/1). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) mengusulkan agar ketebalan plastik kemasan makanan dan minuman ditebalkan. Sebab, semakin tebal plastiknya maka akan semakin mudah untuk recycle sehingga masalah pencemaran lingkungan dapat diatasi.

"Kalau concern terhadap lingkungan itu akan lebih tepat karena pemulung lebih tertarik mengambil sampah plastik yang tebal, dan masalah isu lingkungan lebih terbantu," ujar Sekretaris Jenderal Inpalas Fajar Budiyono di Jakarta, Ahad (24/7).

Fajar menjelaskan, ketebalan plastik kemasan di Indonesia rata-rata masih di bawah 30 mikron. Semestinya, pemerintah bisa mencontoh India yang mensyaratkan tebal botol plastik di atas 50 mikron. Apabila pemerintah ingin fokus ke isu lingkungan seharusnya memperbaiki manajemen sampah plastik. 

Menurut Fajar, masalah di pengolahan plastik adalah pengumpulannya. Selama ini, plastik yang belum terkumpul adalah plastik yang tipis seperti bungkus permen dan bungkus mi instan. Sedangkan, bungkus minuman kemasan cepat terkumpul karena plastiknya lebih tebal. 

"Makanya yang perlu kita luruskan, kalau memang pemerintah concern terhadap penerimaan negara terhadap lingkungan ketebalan plastiknya yang diatur. Karena kalau plastiknya ditipisin nanti nilai tambah untuk daur ulang akan berkurang dan tidak menarik lagi," kata Fajar.

Plastik yang dikumpulkan oleh para pemulung dapat didaur ulang menjadi produk lain seperti ember, pengeras jalan, dan alat bangunan lainnya. Menurut Fajar, plastik yang sudah berpuluh kali didaur ulang masih bermanfaat yakni dijadikan sebagai bahan bakar minyak dengan menggunakan teknologi tinggi. Fajar menambahkan, semua jenis plastik jika diberikan tekanan dan temperatur tertentu akan kembali ke sifat asalnya menjadi minyak bumi lagi. Hal ini sudah banyak dilakukan di sejumlah negara maju.

Fajar mengatakan, isu cukai plastik yang beberapa waktu ini berhembus kencang mulai mempengaruhi kinerja industri plastik. Melambatnya kinerja industri plastik dirasakan pada semester II 2016, bahkan industri daur ulang juga ikut mengalami perlambatan. Pada 2015 pertumbuhan industri plastik mencapai 4,7 persen. Fajar pesimistis pada tahun ini kinerja industri plastik bisa setara dengan capaian tahun lalu.

"Mungkin tahun ini pertumbuhan kami sekitar 4,5 persen," ujar Fajar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement