REPUBLIKA.CO.ID, NOUAKCHOTT -- Pertemuan 22 negara-negara Arab digelar di Mauritania, Senin (25/7) lalu. Di tengah ketegangan Iran dan Turki, langkah mengatasi kriris jadi topik utama.
Perdana Menteri Mesir, Sherif Ismail, meminta negara-negara Arab menyusun kembali bahasa Agama menghadapi teroris.
Ia berpendapat, unsur-unsur teroris mengkesploitasi tujuan mereka menabur teror, kematian dan kehancuran. "Teroris membelokkan pesan Islam yang damai," kata Ismail, seperti dilansir Arab News, Rabu (27/7).
Senada, Presiden Mauritania Mohamed Ould Abdel Aziz, mengutuk berbagai aksi kekerasan buta yang dilakukan para pelaku teror. Selain itu, ia mengecam intervensi pihak asing yang dianggap telah menggerogoti kestabilan dunia Arab.
Ia juga menyerukan upaya baru dilakukan negara-negara Arab, untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Menurut Abdel Aziz, ketidakstabilan di dunia Arab akan berlanjut sebelum masalah itu terselesaikan.
KTT yang dijadwalkan berlangsung selama dua hari penuh, memang memiliki fokus keamanan di negara-negara Arab. Terutama, rencana pasukan gabungan di daerah-daerah yang tengah panas seperti Libya, Irak, Yaman, Suriah dan Palestina.
KTT LIga Arab pertama yang diselenggarakan Mauritania sejak bergabung pada 1973, turut dihadiri Perdana Menteri Lebanon dan Libya. Selain itu, ada para kepala negara dari Qatar, Kuwait, Yaman, Komoro dan Djibouti.