REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tak menanggapi berbagai kritik yang datang terhadap pelaksanaan eksekusi mati. Padahal, sudah muncul penolakan dari berbagai kalangan dengan berbagai argumentasi, mulai dari aktifis hak asasi manusia (HAM), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga Presiden ke-2 RI BJ Habibie.
Namun penolakan tersebut tetap tak mampu mengubah pendirian pemerintah untuk mengeksekusi mati para terpidana. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa sangat menentang keras pelaksanaan eksekusi mati.
"Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan praktik hukuman mati. Pidana mati bukan solusi untuk mengatasi masalah peredaran narkoba ataupun kejahatan yang lain," katanya.
Hukuman mati terbukti tidak efektif mengurangi kejahatan. Menurut Alghiffari, hukuman mati justru melanggar hak hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun (non derogable right) yang semestinya tidak dapat dicabut oleh siapapun, termasuk negara.
Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan fakta bahwa jumlah pengguna narkotika pada 2008 mencapai 3,3 juta jiwa. Angka tersebut bertambah pada 2015 menjadi 5,1 Juta jiwa. Padahal, kata dia, mulai 2004 sampai dengan 2015 tidak kurang 21 terpidana narkoba yang dieksekusi oleh pemerintah.