Oleh: DR Oni Sahroni MA, Dewan Pengawas Syariah Laznas IZI dan Anggota DSN-MUI
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agar zakat bisa tunaikan sesuai visi besarnya dalam mengentaskan kemiskinan dan memaksimalkan peran dakwah Islamiah, maka harus dipastikan distribusi dan penyalurannya dilakukan tepat sasaran dan profesional. Oleh karena itu, zakat harus dikelola oleh lembaga, baik dilakukan langsung oleh otoritas negara ataupun lembaga swasta yang mendapatkan izin dari otoritas negara.
Jika kita telaah nash, sirah, dan fatwa sahabat itu telah menegaskan hal tersebut, di antaranya firman Allah SWT yang artinya, "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Alquran surah at-Taubah : 60).
Lafadz 'amilin dan faridhatan mina Allah dalam ayat di atas menunjukan bahwa pengelolaan zakat menjadi kewenangan ulil amri dan lembaga resmi yang mendapat izin dari otoritas.
Hal yang sama ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadisnya yang berarti, Bahwa Rasulullah SAW, ketika mengutus sahabat Muadz ke negeri Yaman, Rasulullah SAW mengatakan kepadanya: "Beritahukan kepada mereka, bahwa Allah mewajibkan mereka untuk (mengambil, pen.) sedekah dari harta mereka, yang diambil dari orang-orang kaya dan disalurkan untuk orang-orang fakir. Jika mereka mentaatimu, maka hati-hatilah engkau dengan harta berharga mereka dan takutlah dengan doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara Allah dengannya.
Lafadz tu'khadzu min aghniya'ihim wa turaddu 'ala fuqara'ihim menunjukan bahwa yang mengumpulkan dan menyalurkan zakat adalah adalah petugas khusus. Dalam sirah Rasulullah SAW diceritakan bahwa Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya mengirim utusannya untuk mengambil zakat. Dalam fatwa-fatwa sahabat disebutkan, yang artinya: dari Ibnu Umar RA, ia berkata: "Tunaikan sedekahmu kepada ulil amri, barang siapa berbuat baik, maka akan kembali kepada dirinya, dan barang siapa berbuat dosa, maka akan kembali pula kepada dirinya. "
Berdasarkan nash Alquran, nash Hadis, sirah, dan fatwa sahabat tersebut menunjukan bahwa zakat dikelola langsung oleh pemerintah atau lembaga yang mendapatkan izin dari otoritas. Intinya, zakat harus disalurkan melalui lembaga resmi yang fokus mengelola zakat. Pada saat yang sama, dalil-dalil di atas menjelaskan secara tidak langsung bahwa zakat itu tidak disalurkan langsung kepada mustahik atau disalurkan melalui perorangan.
Perintah tersebut dimaksudkan agar zakat bisa dihimpun secara maksimal, bisa dikelola dengan profesional dan disalurkan tapat sasaran sesuai amanah para muzaki. Agar zakat ini bisa menyelesaikan masalah-masalah lebih darurat dan harus didahulukan untuk diselesaikan. Begitu pula zakat ini disalurkan kepada para dhuafa yang paling membutuhkan diantara yang membutuhkan. Pemetaan tersebut bisa dilakukan oleh lembaga zakat.