REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panjangnya rantai distribusi cabai dari sentra produksi ke pasar merupakan masalah klasik yang belum kunjung terselesaikan. Jarak tempuh transportasi makan waktu dan biaya tinggi.
Di sisi lain, permintaan cabai harian juga besar, terutama di momen hari raya tertentu. Hal tersebut membuat harga cabai melambung sewaktu-waktu.
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mendorong pola koordinasi yang berkelanjutan antarkementerian, agar kendala tersebut teratasi. Di sisi lain, pengaturan pola tanam dan konsep Pulau Mandiri Cabai terus diterapkan agar kendala distribusi teratasi.
"Sudah kita terapkan, di mana setiap pulau di Indonesia diarahkan untuk mengembangkan produksi cabai sesuai kebutuhan pulau tersebut," kata Direktur Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Yanuardi kepada Republika, Kamis (11/8).
Ia menerangkan, dengan Pulau Mandiri Cabai, pasokan cabai tidak terpaku dari Jawa atau Sumatra saja, sebab setiap pulau dapat mandiri memenuhi kebutuhan akan cabai untuk masyarakatnya. Hal tersebut akan menjadi salah satu solusi pemangkasan rantai distribusi yang panjang agar harga tidak habis di distribusi.
Sebelumnya, Yanuar sempat menerangkan soal panjangnya rantai distribusi cabai di Garut. Harga cabai keriting di tingkat petani di Garut Rp 21 ribu-Rp 22 ribu per kilogram. Semua cabai dibeli oleh pengumpul dan diperjualbelikan kembali dengan harga Rp 23 ribu-Rp 26 ribu per kilogram.
Penambahan harga tersebut sebab ada proses transportasi dan sortir cabai yang memakan waktu dan biaya. Untuk cabai kelas bawah dihargai Rp 23 ribu per kilogram sedangkan cabai hasil sortir berkualitas baik Rp 26 ribu per kilogram.