REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah titik panas (hotspot) di Riau fluktuatif setiap harinya. Hingga kini, kebakaran hutan dan lahan di Riau masih terjadi di beberapa tempat.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan September adalah puncak kemarau dan menjadi periode kritis kebakaran hutan dan lahan. "Umumnya pada periode September adalah paling banyak hotspot di Sumatra dan Kalimantan. Oleh karena itu penanganan diintensifkan," kata Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/8).
Pemantauan satelit Modis dari Lapan terdapat 339 hotspot pada Jumat (19/8) pagi. Terdiri dari 218 hotspot untuk hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang (30 hingga 79 persen) dan 121 hotspot untuk tingkat kepercayaan tinggi (80 hingga 100 persen).
Sutopo mengatakan sebaran 218 hotspot untuk tingkat kepercayaan sedang adalah Kalimantan Barat 96, Kalimantan Selatan 7, Kalimantan Tengah 16, Kalimantan Timur 1, Jawa Barat 2, Jawa Tengah 1, Jawa Timur 1, NTT 14, Bangka, Belitung 17, Maluku 8, Maluku Utara 1, Sulawesi Selatan 7, Sulawesi Tengah 1, Sulawesi Tenggara 1, Sumatera Barat 2, Sumatera Selatan 9, Sumatera Utara 14, Jambi 4, Kepulauan Riau 1, Riau 10, Lampung 1, Papua 2, dan Gorontalo 1. Sementara itu 121 hotspot untuk tingkat kepercayaan tinggi tersebar di Kalimantan Barat 62, Kalimantan Selatan 1, Kalimantan Tengah 7, Kalimantan Timur 1, NTT 1, Bangka Belitung 7, Lampung 1, Riau 22, Sumatera Selatan 4, Sumatera Utara 14, dan Sulawesi Selatan 1.
Pantauan satelit menunjukkan sebaran asap atau gas karbondioksida menyebar hingga Selat Malaka. Namun demikian hal itu belum mempengaruhi kualitas udara di Malaysia dan Singapura. Indeks standard pencemaran udara di Malaysia dan Singapura masih baik. Upaya pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan hingga saat ini terus dilakukan oleh ribuan personil satgas terpadu dari TNI, Polri, BPBD, Manggala Agni, Damkar, relawan dan karyawan perusahaan perkebunan.