REPUBLIKA.CO.ID,Wayang identik dengan kesenian yang disukai orang-orang lanjut usia yang kental dengan pakem-pakemnya. Perhelatan wayang biasanya ditampilkan di desa-desa sebagai hiburan dalam sebuah hajatan.
Pementasannya terbilang lama dengan alur cerita khas kerajaan. Aspek-aspek ini membuat wayang seolah-olah kesenian zaman dulu yang sulit masuk pada relung generasi muda.
Mendapati realita yang ada, para seniman yang tak ingin warisan budaya turun temurun ini hilang ditelan zaman mulai berkreasi. Mereka membuat inovasi dengan mengemas kesenian daerah lebih modern dan mudah diterima kalangan muda sebagai generasi penerus budaya bangsa.
Ki Asep Aceng Amung Sutarya merupakan dalang yang mencoba terobosan baru dalam perwayangan. Bersama kelompoknya yang tergabung dalam Wayang Techno CDS pertunjukan wayang yang digelar berbeda dari biasanya.
Pada Sabtu (20/8) malam, Ki Dalang Asep menampilkan cerita wayang di Teater Terbuka Balai Pengelolaan Taman Budaya, Bandung. Berbeda dari pertunjukan wayang golek biasanya, terdapat sebuah layar infocus besar di belakang dalang.
Dengan peralatan sound system melengkapi tabuhan alat musik gamelan. Begitu memulai pertunjukan lakon Gatot Kaca di Negara Amarta muncul di layar sebagai latar wayang yang digerakan dalang.
Dengan animasi berupa pemandangan disertai suara angin dan petir yang juga meramaikan iringan gamelan para pemain musik. Bahkan terkadang para lakon wayang ada dalam animasi yang ditampilkan beserta bola api panas tatkala perang yang disebutkan dalam cerita.
Ki Dalang Asep mengatakan perkembangan teknologi di dunia, termasuk Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat seiring zaman. Sebagai warisan budaya, tentunya wayang harus menyesuaikan agar tidak ditinggalkan.
"Kami memberikan bumbu teknologi dalam tradisi wayang sendiri supaya menimbulkan efek menarik. Sehingga menarik minat khususnya di kalangan anak muda," kata Asep usai melakoni pentas Gatot Kaca dan Cepot, Sabtu (20/8). Menurut Asep, bergerak di bidang pengembangan dan pelestarian seni tradisional, bukan berarti harus acuh pada kemajuan teknologi.
Apalagi produk-produk kebudayaan Indonesia sangatlah kaya dan berpotensi mengimbangi produk-produk dari kebudayaan luar. Oleh karenanya, wayang techno hadir dengan menyisipkan unsur teknologi seperti animasi, alat-alat elektronik seperti komputer dan infokus, serta sound system pendukung efek suara yang dramatis.
Bahkan hingga bantuan akrilik untuk menjadikan bentuk hologram yang menampilkan wayang seperti format tiga dimensi. "Wayang yang agak modern masih manual paling pakai petasan, pakai api. Tapi, kami juga menampilkan wayang tiga dimensi sehingga penonton merasakan seperti tengah berada di cerita tersebut. Kenapa enggak mungkin cepot nantinya bisa berkelahi dengan terminator," tuturnya.
Asep bahkan memasukan video animasi dari film-film dan mengkombinasikan dengan tokoh wayang yang ada. Butuh waktu hingga tiga bulan untuk mempersiapkan pentas dengan alur cerita baru.
Baginya, memodifikasi wayang dengan teknologi tidak melanggar pakem yang telah ditetapkan dalam dunia perwayangan. Menurut Asep, tidak ada perubahan pakem bentuk wayang ataupun cerita yang biasa digunakan.
Teknologi dianggapnya sebagai pelengkap untuk menarik minat penonton. Wayang techno mulai dikembangkannya sejak Mei 2015 lalu.
Awalnya ditampilkan ke kalangan pelajar di sekolah-sekolah. Hasilnya di luar dugaan.
Anak-anak muda tertarik dan sangat menikmati pertunjukan. "Saya tidak mengubah alur cerita, hanya menyisipkan yang lagi trend sekarang apa dalam candaan-candaan cepot supaya lebih menarik," ujarnya.
Dengan modifikasi seperti ini, Asep menilai wayang yang merupakan kesenian tradiisional memiliki peluang untuk "Go Internasional". Selain menjadi media hiburan wayang juga merupakan salah satu media penyampaian pesan-pesan kehidupan, sehingga dapat masuk kedalam berbagai unsur kehidupan manusia di berbagai belahan dunia.