REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ahli tata negara Universitas Indonesia (UI) Hamid Chalid berpendapat, hukum positif di Indonesia sering tidak sejalan dengan nurani masyarakat. Sebagai contoh, Pasal 284 hanya mengatur hukum pidana bagi pelaku seks diluar nikah apa bila salah satu atau kedua pelaku sudah menikah.
Sementara, jika keduanya belum menikah mereka tidak bisa dihukum pidana. Akibatnya, sering terjadi main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap mereka yang melakukan hubungan seksual diluar nikah."Sering terjadi main hakim sendiri pada mereka yang melakukan peezinahan karena hukum positif tidak sejalan dengan nurani masyarakat," kata Hamid saat menjadi saksi ahli di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (23/8).
Hamid melanjutkan, kebanyakan dari mereka yang melakukan hubungan seks diluar nikah beralibi perbuatannya didasarkan atas nama cinta dan hak asasi manusia (HAM). Padahal mereka juga tidak membenarkan jika hubungan seksual tersebut terjadi antara anak laki-laki dengan ibu kandungnya, atau bapak dengan anak perempuannya, sekalipun hubungan tersebut didasarkan atas nama cinta.
Sama halnya dengan dengan orang tua yang tidak rela jika anaknya melakukan kumpul kebo, padahal keduanya sama-sama cinta."Apakah diterima oleh ibu dan bapaknya jika anaknya melakukan kumpul kebo dengan pacarnya? Apakah orang tua rela jika anak laki-lakinya bezina dengan pelacur atau anak kita disodomi oleh teman sekolahnya sesama jenis?" terang Hamid.