Sabtu 27 Aug 2016 08:27 WIB

Belajar dari Umar bin Khattab Saat Dimarahi Istri

pasangan suami istri (ilustrasi)
Foto: pixabay
pasangan suami istri (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika salah satu istrinya merajuk, Umar bin Khattab tidak langsung menunjukkan kekerasannya. Meski dikenal tegas, Umar ternyata juga gampang menangis dan memiliki hati lembut. Kisah Umar ketika diam saja saat dimarahi istri, menggambarkan betapa tinggi budi pekerti sang khalifah.

Saat menjadi khalifah, seorang rakyatnya hendak mengadu kepada Umar karena habis dimarahi istri. Pria itu jengkel dengan kelakuan istrinya dan hendak 'curhat' kepada Amirul Mukminin.

Diceritakan, ketika hampir sampai di rumah Umar, ia melihat Amirul Mukminin itu sedang berdiri di depan pintu. Umar tidak langsung mengetuk pintu.

Pria itu pun tertegun sejenak. Secara tak sengaja, ia mendengar sang khalifah sedang dimarahi istrinya.

Sang istri terdengar membesar-besarkan masalah yang remeh. Nada istri Umar meninggi. Sang Amirul Mukminin cenderung pasif menghadapi kemarahan istrinya.

Lelaki itu kemudian berkata dalam hati, “Jika seorang Amirul Mukminin saja seperti itu, bagaimana denganku?” Ia kemudian berbalik hendak pergi. Umar bin Khattab keluar rumah dan melihat tamunya hendak pergi. Ia pun bertanya, “Apa keperluanmu?”

Laki-laki itu kemudian berbalik dan berkata, “Wahai, Amirul Mukminin, aku datang untuk mengadukan perangai buruk istriku dan sikapnya kepadaku. Tapi, aku mendengar hal yang sama pada istrimu,” kata pria itu.

Umar bin Khattab RA kemudian tersenyum. Dia pun mengungkapkan mengapa Umar yang keras begitu sabar menghadapi istrinya. “Wahai, saudaraku, aku tetap sabar menghadapi perbuatannya karena itu memang kewajibanku.”

Alih-alih menghardik istrinya, Umar malah menceritakan betapa besar jasa istrinya dalam kehidupannya di dunia. “Bagaimana aku bisa marah kepada istriku karena dialah yang mencuci bajuku, dialah yang memasak roti dan makananku. Ia juga yang mengasuh anak-anakku, padahal semua itu bukanlah kewajibannya,” jawabnya.

Umar kemudian menasihati pria tersebut untuk bersabar karena istrinyalah yang membuat dia tenteram di sampingnya. “Karena istriku, aku merasa tenteram (untuk tidak berbuat dosa). Maka, aku harus mampu menahan diri terhadap perangainya.”

“Wahai, Amirul Mukminin, istriku juga demikian,” kata lelaki itu. Amirul Mukminin pun menjawab, “Maka, hendaknya engkau mampu menahan diri karena yakinlah hal tersebut hanya sebentar saja,” kata Amirul Mukminin.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement