REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para delegasi komunitas Muslim dari Rusia, Cina, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kyrgyzstan bersepakat untuk memerangi ekstrimisme dan terorisme. Mereka sama-sama melihat tak ada titik temu antara Islam dengan radikalisme, terorisme, dan ekstrimisme. Karena itu kerja sama antar negara kawasan jadi penting. Begitu pula koordinasi aktif dengan para pemuka agama di organisasi-organisasi internasional.
''Para pemimpin negara bertekad bersama melawan terorisme, ekstrimisme, dan radikalisasi menggunakan pendekatan kekuatan, politik, dan ekonomi. Kami paham, untuk menjauhkan kaum muda dari ideologi yang bertentangan dengan nilai Islam, kami juga harus melawan di level ideologi,'' kata Deputi Pertama Ketua Dewan Mufti Rusia (RMC) Rushan Hazrat Abbyasov.
Dalam konferensi yang belangsung Juli lalu itu, para peserta juga setuju Islam menolak semua ide-ide radikal dan mengutuk semua bentuk terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme. Menjelang konferensi serupa tahun depan di Rusia, para peserta mulai mengadopsi program ketahanan melawan ekstrimisme seperti mendorong peran akademisi dalam mengedukasi kaum muda.
(Baca: Muslim Rusia Suarakan Perangi Radikalisme)
Tahun lalu, sebuah gerakan bernama 'Front Persatuan Muslim Melawan ISIS' dibentuk di Rusia. Gerakan ini ditujukan untuk melawan propaganda ekstrimisme dan membantu umat Islam di Rusia membedakan mana nilai Islam dan mana kecenderungan politik.
Pendukung inisiatif ini, Mufti Moskow Albir Krganov mengatakan gerakan ini akan fokus pada tiga hal. Pertama, para ulama dan aktivis akan memantau situasi di perguruan tinggi dan sekolah serta mengedukasi kaum muda melalui aneka media. Pun dengan komunitas Muslim di masjid-masjid.
Gerakan ini sendiri akan dibuat masif secara nasional di Rusia dan tidak berhubungan apapun dengan birokrasi atau lembaga negara. Sebab gerakan ini murni berasal dari akar rumput untuk melawan ekstrimisme.
''Tentu kami akan bekerja sama dengan pemerintah, masyarakat, dan komunitas-komunitas agama. Tapi gerakan perlawanan atas psudo-Islam harus berasal dari umat Muslim secara umum,'' kata Krganov seperti dikutip RT television network.
Pertengahan November tahun lalu di kawasan Sverdlovsk, Rusia, kampanye masif para pemuda dari komunitas Islam melawan propraganda ISIS sudah dimulai. Mereka membagikan booklet setebal 70 halaman yang menjelaskan sejarah singkat Islam dan mengutip beberapa ayat Alquran yang melarang aksi yang mengganggu di tanah asing. Buku ini diberikan kepada para imam, pegawai sipil, akademisi, dan pelajar.
Sebelum itu, dua organisasi Islam di Rusia juga menerbitkan fatwa melawan ISIS dan menyerukan agar mereka yang terlibat diproses hukum. Penggunaan istilah negara Islam juga dinilai tidak tepat karena bisa menyeret Muslim yang tidak punya hubungan dengan terorisme dan ekstrimisme ke dalam masalah.
Rusia sendiri dengan tegas melarang semua warga negaranya untuk berpartisipasi dalam ISIS maupun kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan ISIS. Mereka yang terbukti terlibat akan dihukum atas kriminal.