REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang perdana uji materi Undang-Undang (UU) pengampunan pajak (tax amnesty) ditunda. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon untuk memperbaiki gugatan terkait penjelasan legal standing atau kedudukan hukum pemohon.
Majelis hakim yang diketuai Anwar Usman memberi waktu kepada pemohon selama 14 hari kerja untuk memperbaiki gugatan dan menyerahkan berkas-berkas permohonan. "Saudara diberi kesempatan untuk memperbaiki permohonan ini selama 14 hari," kata Anwar di gedung MK, Rabu (31/8).
Gugatan ini diajukan oleh DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).
Pengacara pemohon, Mokhtar Pakpahan, mengatakan, UU Pengampunan Pajak ini mencederai rasa keadilan buruh sebagai pembayar pajak. Buruh, kata dia, dikenai tindakan ketat wajib pajak yang pembayarannya dilakukan pengusaha.
Apalagi, lanjut Mokhtar, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dimana upah dikembalikan lagi kepada rezim upah murah dengan menghilangkan hak berunding serikat pekerja atau buruh. Serta sanksi pembayar upah di bawah UMP diringankan dari pidana menjadi sanksi andimistrasi.
"Ini jelas menciderai rasa keadilan buruh yang selama ini patuh membayar pajak," ujar Mochtar.
Selain itu, pemohon juga diminta untuk mempertajam argumentasi terkait pasal-pasal yang diujikan. Pasal-pasal yang diujikan yakni pasal 1 angka 1 definisi pengampunan pajak, pasal 3 ayat 3 yang menjelaskan siapa saja wajib pajak, pasal 4 mengenai ketentuan tarif tebusan bagi wajib pajak, pasal 21 ayat 2, pasal 22 dan Pasal 23 tentang kerahasiaan identitas wajib pajak, serta pasal 23 ayat 2 terkait ketentuan pidana.
"Perbaikan mengenai substansi supaya menukik ke pasal-pasal yang kami sebut diuraikan satu per satu," kata Mochtar.