REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Hamdi Alqudsi (42 tahun), pria asal Sydney dijatuhi hukuman penjara minimal delapan tahun karena telah membantu pemuda Australia melakukan perjalanan ke Suriah untuk bertempur dalam perang saudara di negara itu.
Alqudsi dinyatakan bersalah membantu orang-orang untuk bertarung dengan kelompok ekstremis pada 2013, termasuk dengan kelompok yang menamakan diri ISIS. Alqudsi dinyatakan bersalah pada Juli dari tujuh tuduhan mendukung keterlibatan perang di Suriah.
Ia bekerja dengan Mohammad Ali Baryalei, tentara senior ISIS asal Australia, untuk membantu tujuh orang muda melakukan perjalanan ke Suriah.
Dalam keputusannya, hakim Christine Adamson mengatakan ia telah mempertimbangkan pentingnya menghukum Alqudsi untuk kejahatannya, menghalangi orang lain dari melakukan hal yang sama, dan untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat pada sistem peradilan. "Saya menganggap keseriusan kejahatannya cukup tinggi," katanya.
Ia juga mengatakan menerima penjelasan tuntutan pelaku sebagai orang intinya dan laki-laki lain serta Baryalei sebagai pesuruhnya. "Pelaku melakukan kerja sama dengan jelas dan berperan sebagai penasehat. Tapi bagaimanapun, ia tidak merekrut mereka. Setiap orang adalah relawan yang datang kepada pelaku untuk meminta bantuan," katanya.
Adamson menjelaskan bagaimana pelaku tidak bekerja sama dengan polisi selama penyelidikan. Adamson juga menolak klaim pelaku yang mengatakan ia tidak tahu tindakannya itu ilegal.
Meskipun Alqudsi menangis di sidang vonis terakhir, hakim Adamson mengatakan dia tidak yakin pelaku menyesal atau memahami kejahatannya. Adamson mengakui klasifikasi risiko Alqudsi yang tinggi berarti kondisi penjara yang sekarang akan sangat keras dan ketat. "[Tapi] saya tidak mengeyampingkan untuk rehabilitasi yang baik," katanya.
Namun, hakim Adamson juga menceritakan kondisi pribadi Alqudsi. Dia menyebutkan ketidakmampuan Alqudsi memiliki anak karena alasan medis, dan bagaimana dia berperan sebagai ayah tiri yang 'dicintai' dan 'setia' dari tujuh anak tiri dari istrinya, Carnita Matthews.
Hakim Adamson juga menyebutkan bagaimana Alqudsi telah menjadi pengasuh utama untuk ibunya yang memiliki leukemia, dan adiknya yang menderita multiple sclerosis. Tapi ia mencatat anggota keluarga yang lain akan mengganti peran Alqudsi sebagai pengasuh.
Istri Alqudsi pernah berurusan dengan polisi, ketika ia menolak membuka penutup wajahnya saat diminta melakukan tes napas. Setelah hukuman dijatuhkan, keluarga Alqudsi menyerukan "Allahu akbar" di ruang sidang dan ia menjawab, "Saya akan menelepon."
Kata-kata terakhirnya saat ia meninggalkan ruang dikawal oleh petugas adalah "Salam", yang berarti damai dalam bahasa Arab. Sekelompok kecil pendukungnya terlihat sangat marah setelah hukuman dan memeluk satu sama lain.
Alqudsi rekrut Tyler Casey dan Caner Temel
Alqudsi membuat pengaturan bagi para pria untuk melakukan perjalanan ke Suriah pada Juni dan Oktober 2013, sehingga mereka bisa berjuang bersama kelompok-kelompok militan seperti front Al-Nusra (Jabaht al-Nusra), ISIS dan afiliasi Alqaidah.
Dua orang yang direkrut, Tyler Casey dan Caner Temel tewas di Suriah. Sementara dua orang lainnya, Muhammad Abdul-Karim Musleh (juga dikenal sebagai Abu Hassan) dan Mehmet Biber telah kembali.
Amin Mohamed belum meninggalkan Australia dan di Pengadilan Tinggi Negara Bagian Victoria tahun lalu, pria asal Melbourne tersebut dinyatakan bersalah dengan tiga tuduhan yang berkaitan rencana ke Suriah untuk melawan pemerintahan Bashar al-Assad.
Nasib dua orang lainnya yang dibantu Alqudsi dibantu, Abu Alim dan Nassim Elbahsa tidak diketahui. Alqudsi akan memenuhi syarat untuk dibebaskan pada 11 Juli 2022.