REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPD RI Irman Gusman dinilai telah memenuhi syarat diberhentikan secara tidak hormat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) khususnya pasal 307 atau (1) huruf c.
"Irman dianggap secara nyata telah melanggar sumpah jabatan dan kode etik DPD," ujar Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia Syamsuddin Alimsyah, Senin (19/7).
Menurut dia, apabila merujuk pada tata tertib DPD dan mekanisme beracara Badan Kehormatan untuk rekomendasi pemberhentian Irman, sebenarnya tidak membutuhkan waktu lama. Mengingat, beberapa tahapan proses sebenarnya tidak perlu lagi dilakukan.
Misalnya saja, tahapan pembuktian atau verifikasi lapangan atas perbuatan yang disangkakan terhadap Irman. Ini mengingat, statusnya sekarang sudah menjasi tahanan KPK dengan sangkaan suap. Apalagi proses penahanannya juga karena melalui operasi tangkap tangan (OTT).
Meski demikian, kata Syamsuddin, tetap akan terbuka celah bagi Irman memperlambat pemecatan atas dirinya. Berdasarkan Pasal 308 ayat 1 huruf c, pemberhentian Irman diusulkan BK dalam sidang paripurna yang tentu jadwal dan agenda paripurna harus diatur dan dikonsultasikan antarpimpinan yang justru selama ini menjadi kolega Irman di DPD sesama pimpinan.
Apalagi menurut dia, Irman adalah sosok yang memiliki banyak kolega setia di DPD mengingat dua periode terpilih dan menjabat selaku Ketua DPD. "Oleh karenanya, pengawalan sidang Badan Kehormatan dan upaya mendorong percepatan paripurna juga harus dikawal oleh publik agar tidak masuk angin," ujar Syamsuddin.
Publik harus mendorong agar proses sidang di Badan Kehormatan harus terbuka, termasuk proses-proses administrasi pemberhentian Irman dari anggotaan DPD.