REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 diikuti oleh tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Dengan adanya dua pasangan lain, kini pejawat Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat dinilai tak lagi mendominasi di Pilgub DKI.
“Sebelumnya Ahok mendominasi, sekarang menjadi cukup terimbangi dengan kehadiran dua pasangan lain,” kata pengamat politik dari Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC), Dimas Oky Nugroho, yang ditemui Republika.co.id, Selasa (27/9).
Dimas memaparkan sebelum dua pasangan lain diusung secara resmi oleh koalisi partai masing-masing, Ahok terlihat mendominasi, misalnya dalam pemberitaan. Tapi saat ini, publik pun bisa merasakan terjadinya proses pembelahan dan kini hampir merata kekuatannya dan membuat membuat respons publik.
Menurutnya dari tiga pasangan ini, yang paling mengejutkan tentu saja dengan diusungnya putra Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono yang dipasangkan dengan Sylviana Murni sebagai cawagub. Ia menilai SBY mendorong dan menjaga dinastinya serta mendapatkan momentumnya di Pilgub DKI ini.
“SBY sangat cermat. Swing voters (pemilih mengambang) akan disasar pasangan ini. Tapi jangan salah, Anies Baswedan-Sandiaga Uno juga bisa meraih swing voters ini,” ujarnya.
Selain pemilih mengambang tersebut, lanjutnya, etnis Jawa di Jakarta juga akan menentukan kemenangan tiap pasangan. Joko Widodo saat menjadi cagub pada Pilgub DKI 2012, menang karena meraih suara dari etnis Jawa dan Sunda.
Suara dari etnis Jawa ini tentunya akan diperebutkan dua pasangan yaitu Ahok-Djarot dan Agus-Sylviana. Ahok seharusnya mengoptimalisasi peran Djarot untuk meraih suara etnis Jawa, sedangkan Agus yang merupakan keturunan SBY juga memiliki massa yang kuat dari etnis tersebut.
“Ahok tinggal mengerem komunikasi politiknya yang justru mampu membunuh peluangnya sendiri. Sedangkan untuk Anies-Sandiaga memiliki kelemahan perolehan suara dari etnis Jawa ini,” paparnya.