Rabu 28 Sep 2016 15:55 WIB

Warga Bukit Duri Pasrah Rumahnya Digusur

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan
 Seorang warga menangis saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9)
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Seorang warga menangis saat penggusuran di pemukiman proyek normalisasi Sungai Ciliwung, Bukit Duri, Jakarta, Rabu (28/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbeda dengan penggusuran Kampung Pulo pada 20 Agustus 2015 lalu. Pada saat itu pembongkaran sempat diwarnai bentrokan fisik antara warga dengan petugas. Pembongkaran bantaran sungai Ciliwung, Bukit Duri jauh lebih tenang.

Komunitas Sanggar Ciliwung hanya mengetuk dan memukul benda-benda plastik selama pembongkaran. Sesekali mereka takbir dan berteriak. "Ya karena sudah pasrah, sudah waktunya kali," kata Maman (64 tahun) salah satu warga Bukit Duri, Rabu (27/9).

Maman pun juga ragu bila warga bisa memenangkan persidangan karena Normalisasi Sungai Ciliwung sudah menjadi ketetapan pemerintah. Hanafi (83) mengatakan tidak adanya bentrokan karena warga Bukit Duri pun paham tentang aturan yang berlaku.

"Warga sini juga faham aturan, tapi ya seharusnya lebih manusiawi," katanya.

Hanafi hanya berharap dapat diberi waktu lima hari untuk membongkar rumah anaknya. Ia tidak terlalu keberatan terkena gusur karena sudah memiliki rumah di Bogor. Pembongkaran terbilang kondusif. Petugas Satpol PP dan Polisi tidak mendapat penolakan warga.

Selain itu sebagian tempat tinggal warga sudah kosong karena ada yang sudah pindah ke rumah susun. Suasana cukup tegang ketika Sanggar Kali Ciliwung dibongkar. Para aktivis menggunakan berbagai benda untuk dibunyikan sebagai tanda protes mereka. Tapi tidak ada aksi saling dorong. Hanya beberapa  aktivis terlihat menangis selama pembongkaran berlangsung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement