REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Presiden Joko Widodo tengah menyiapkan paket kebijakan khusus di bidang hukum. Paket Kebijakan tersebut dirancang untuk mereformasi sektor penegakkan hukum di Indonesia.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo berharap paket kebijakan hukum nantinya juga menekankan penguatan kepada KPK. "Ya kita kaitkan, targetnya apa dulu. Kalau mengenai pemberantasan korupsi supaya lebih mengikat, mungkin hal-hal yang terkait dengan penguatan KPK perlu diperhatikan," ujar Agus di Gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (29/9).
Selain itu, terkait penguatan dalam pencegahan korupsi juga perlu dipikirkan soal hak imunitas bagi komisioner dan penyidik KPK untuk kasus-kasus tertentu. Hak imunitas diperlukan untuk mendukung kinerja KPK dalam hal pemberantasan korupsi.
"UU ombudsman itu komisioner ada imunitas pada waktu menjalankan tugasnya. Nah KPK belum ada, itu patut dipikirkan. Jadi kalau kita berbicara Tipikor, kan bukan hanya KPK," kata dia.
Terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly mengatakan Kementerian Hukum dan HAM bersama Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kejaksaan, dan Polri tengah menggodok rancangan yang ada dalam paket kebijakan hukum tersebut.
"Jadi masih dalam penggodokan. Masukan dari beberapa kementerian dan KSP (Kepala Staf Kepresidenan), kita bahas bersama. Jadi yang jadi quick needs, mana yang cetak biru jangka pendek, jangka menengah jangka panjang," kata Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Kamis (29/9).
Selain itu, Yasonna juga mengatakan perumusan paket kebijakan hukum itu juga tidak meniadakan masukan dari KPK. Keterlibatan KPK kata Yasonna, dikoordinasikan melalui KemenkoPolhukam. "Kalau ada masukan dari mereka (KPK) kita welcome. Nanti dikoordinasi oleh Kemenkopolhukam," kata Yasonna.