REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite I DPD RI, Akhmad Muqowam memahami kesulitan keuangan negara sehingga menunda penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 19 triliun. Namun, ia meminta pemotongan DAU tersebut jangan melanggar regulasi yang dibuat oleh pemerintah sendiri.
''Pemerintah, jangan karena memiliki kuasa maka bisa berbuat apapun,'' kata Muqowam, saat dihubungi, Kamis (29/9).
Penundaan transfer DAU tersebut jangan diberlakukan secara umum tanpa alasan detail. Sebab, jangan sampai penundaan itu berdampak pada proyek-proyek Pemda yang tengah berjalan.
''Kalau (pemerintah) pusat mungkin tidak berasa. Tapi daerah sangat terasa sekali, bagaimana penundaan itu menghambat proses pembangunan,'' ucapnya.
Terutama pemotongan anggaran yang berasal dari Dana Bagi Hasil yang dampaknya sangat signifikan seperti di Kalimantan Timur. Selain itu, terhambatnya DAU juga sangat mempengaruhi biaya untuk belanja aparatur negara.
''Ini kondisi yang mengkhawatirkan. Bahkan, di beberapa daerah tidak bisa membayar biaya aparatur. Sehingga tidak boleh dikurangi, dana yang on progres sebaiknya dilaksanakan,'' ujar anggota DPD asal Jawa Tengah tersebut.
Bukan hanya berdampak pada Pemda. Penundaan itu juga berdampak pada pihak ketiga yang sedang menjalankan proyek. Oleh karena itu, pemerintah harus menjelaskan secara detail terkait penundaan DAU. Pemerintah tidak boleh memberlakukan penundaan anggaran secara umum terhadap 169 daerah tersebut.
''Pemotongan ini semacam regulasi yang dipaksakan. Pemda tidak bisa protes, bahkan gubernur sekalipun,'' jelasnya.