REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah menargetkan pelaku usaha UMKM dalam program pengampunan pajak periode kedua. Namun Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan, hanya pelaku UKM yang menjadi target program tersebut.
'Rata-rata mereka (pelaku usaha mikro; red) seperti tukang bakso, nasgor tidak punya npwp. Terkait SPPTnya sulit," ujarnya kepada republika.co.id, Senin (3/10).
Ia mengatakan, dari seluruh pelaku UMKM, usaha mikro menjadi penyumbang terbanyak. Sementara UKM hanya sekitar 10 hingga 15 persen dari 60 juta pelaku usaha yang ada. Itu artinya, kata dia, ada sekitar enam sampai tujuh juta yang menjadi target tax amnesty.
Sayangnya para pelaku UKM tersebut tidak antusias. "Karena undang-undang ini terlalu dipaksakan untuk UKM," tegas Ikhsan.
Karena, ia melanjutkan, tax amnesty ini sebenarnya bertujuan mendorong repatriasi dari pengusaha besar yang memiliki kekayaan di luar negeri maupun Indonesia untuk melaporkan pajaknya. Ia merasa hingga saat ini pemerintah minim melakukan sosialisasi kepada pelaku UKM.
Menurutnya, sosialisasi tax amnesty yang dilakukan pemerintah seringkali diadakan di hotel dan dengan para pengusaha besad. Sementara pelaku UKM tidak tahu apa itu tax amnesty.
Selain sosialisasi, para pelaku UKM diakui Ikhsan tidak mengerti bagaimana mengisi SPPT. Mereka membutuhkan bantuan semacam konsultan pajak untuk mendampingi, memberi pelajaran dan membimbing pengisian SPPT.
"Pengusaha besar punya konsultan pajak untuk deklarasi dan membuat laporan pajak," katanya. Sedangkan harga membayar konsultan pajak tidak bisa dibilang murah.
"Pemerintah perlu memberi mereka konsultan pajak gratis untuk mendampingi bagaimana pengisian SPPT," lanjut dia.
Sementara itu Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Braman Setyo mengatakan, pihaknya akan menggandeng Dirjen Pajak di daerah untuk secara teknis membantu para pelaku UKM.