Rabu 05 Oct 2016 15:37 WIB

Mahasiswa Afsel Bentrok dengan Polisi Saat Demo

Para demonstran di Universitas Witwatersrand Afrika Selatan menggulingkan sebuah kendaraan polisi dan melempar bebatuan ke arah kendaraan lainnya pada Selasa (4/10), dalam unjuk rasa ricuh dan menolak besarnya biaya pendidikan.
Foto: AP Photo/Themba Hadebe
Para demonstran di Universitas Witwatersrand Afrika Selatan menggulingkan sebuah kendaraan polisi dan melempar bebatuan ke arah kendaraan lainnya pada Selasa (4/10), dalam unjuk rasa ricuh dan menolak besarnya biaya pendidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Para demonstran di Universitas Witwatersrand Afrika Selatan menggulingkan sebuah kendaraan polisi dan melempar bebatuan ke arah kendaraan lainnya pada Selasa (4/10), dalam unjuk rasa ricuh dan menolak besarnya biaya pendidikan.

Kepolisian menggunakan granat kejut, peluru karet dan gas air mata ke arah ratusan mahasiswa yang bergerak melewati gedung kampus universitas di Johannesburg, menarikan "toyi-toyi," sebuah bentuk protes umum yang menunjukkan perjuangan melawan pendudukan kelompok kulit putih selama beberapa dasawarsa.

Setidaknya dua orang telah ditahan saat aparat bergerak untuk menegakkan ketertiban terkait perkumpulan publik di Wits, Universitas Witwatersrand. Sejumlah demonstrasi menentang biaya pendidikan, yang terlalu tinggi bagi kebanyakan mahasiswa berkulit hitam, telah menimbulkan kekecewaan atas ketidaksetaraan yang telah ditahan selama lebih dari dua dasawarsa setelah apartheid berakhir.

"Saya tidak yakin pendidikan gratis akan ada. Dan saya mengkhawatirkan tentang serangan terhadap mahasiswa lainnya. Itu menimbulkan ketakutan kepada mahasiswa lainnya. Itu tidaklah benar," ujar seorang mahasiswa hukum tahun akhir, yang tidak ikut serta dalam aksi protes itu namun tidak menyebutkan namanya.

Halaman di depan aula utama gedung kampus dipenuhi bekas peluru senapan berburu dan bebatuan yang berserakan setelah adanya sejumlah bentrokan antara kepolisian dengan para demonstran. Seorang aparat dengan perlengkapan antihuru-hara berjalan terpincang-pincang dari lokasi kejadian dengan bantuan rekannya mengatakan kepada wartawan Reuters kakinya terkena batu yang dilemparkan oleh para demonstran.

Aksi demo pertama kali terjadi pada tahun lalu, kemudian berhenti saat pemerintah menghentikan peningkatan biaya dan membentuk sebuah komisi untuk memantau sistem pendanaan pendidikan. Kekacauan terjadi kembali, menutup sejumlah kelas dan universitas, saat pihak komisi mengatakan pada 19 September lalu biaya akan terus meningkat, walaupun dengan sebuah batas delapan persen pada 2017.

"Menyusul penghinaan terhadap staf kami kemarin, kami tidak memiliki pilihan lain selain mengerahkan aparat ke wilayah kampus," juru bicara universitas Shirona Patel mengatakan.

Dia mengatakan universitas yang ditutup pada saat demonstrasi awal, telah dibuka kembali pada Senin, namun beberapa mahasiswa memaksa sejumlah dosen keluar dari kantor mereka. Wits mengatakan bahwa mereka akan tetap buka, meskipun sebelumnya mengatakan bahwa demonstrasi yang lebih jauh kemungkinan dapat memaksa institusi itu tutup.

"Kami memahami mayoritas mahasiswa dan staf ingin kegiatan pembelajaran berlanjut dan karena alasan itulah kami sekali lagi akan meneruskan program akademin pada keesokan hari," Wits menyebutkan dalam sebuah pernyataan.

Universitas Cape Town juga mengatakan mereka akan tetap buka seperti biasanya pada Rabu, meskipun adanya aksi protes di sejumlah kampus mereka. Pihak pengelola Universitas di penjuru Afrika Selatan telah memperingatkan bahwa penghentian biaya yang lebih lanjut dapat mempengaruhi program-program akademik.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement