REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kelayakan dan kebersihan toilet umum di setiap destinasi wisata merupakan salah satu unsur penting. Saranan itu bahkan dinilai dapat memengaruhi tingkat kunjungan wisata.
"Kebersihan dan kenyamanan toilet umum sangat berpengaruh, khususnya bagi minat wisatawan mancanegara," kata Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Aris Riyanta, di Yogyakarta, Rabu (5/10).
Menurut dia, menjaga kebersihan dan kenyamanan sarana wisata termasuk toilet harus diprioritaskan. Hingga kini masih ada pengelola destinasi wisata di DIY yang belum menyadari pentingnya penyediaan toilet yang layak bagi wisatawan.
Terkait hal itu, Dinas Pariwisata DIY, berkali-kali menyosialisasikan pentingnya menjaga toilet dengan prinsip bersih, kering, dan wangi. "Tidak perlu mengacu standar internasional, cukup tiga prinsip itu diterapkan, bagi kami sudah bagus," kata dia.
Untuk meningkatkan kesadaran pengelola pariwisata, menurut dia, Dinas Pariwisata akan menerapkan sertifikasi destinasi wisata yang menurut Aris telah banyak diterapkan di negara lain. Sertifikasi itu diharapkan mampu meningkatkan pelayanan wisata serta menambah kepercayaan wisatawan terhadap kualitas pariwisata di DIY.
Kendati demikian, implementasi program itu masih menunggu aturan teknis dari Kementerian Pariwisata. "Hingga saat ini materinya masih diproses di kementerian pusat (Kemenpar)," kata dia.
Meski kesadaran peningkatan perawatan sarana wisata masih perlu ditingkatkan, secara umum Aris mengklaim ketersediaan sarana dan prasarana di setiap lokasi wisata relatif memadai dan mendukung kenyamanan berwisata. Hal itu termasuk akses penginapan, pusat oleh-oleh, souvenir, hingga kuliner khas daerah setempat. Aris menargetkan kunjungan wisata di DIY selama 2016 dapat meningkat 10-15 persen dibanding 2015.
Jumlah kunjungan wisatawan nusantara selama 2015 mencapai 3.813.720 orang atau melebihi target yang ditetapkan mencapai 3.581.860 orang. Sementara wisatawan mancanegara mencapai 272.162 orang, atau melebihi target 258.636 orang.
Sementara itu, peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) Destha Titi Raharja mengatakan meski sarana dan prasarana destinasi wisata dinilai telah memadai, hingga saat ini belum ada moda transportasi ramah wisata yang mampu menghubungkan objek wisata yang ada di Kota Yogyakarta dengan objek wisata yang lebih jauh seperti Kaliurang, Sleman secara langsung.
Padahal dengan transportasi ramah wisata, diharapkan dapat memangkas biaya wisata yang tinggi di Yogyakarta. "Mengapa biaya wisata tinggi, karena wisatawan masih harus 'rental' (sewa) mobil atau motor untuk melanjutkan perjalanannya menuju destinasi yang lebih jauh," kata dia.