REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Lukman Edy mengatakan tidak ada sanksi diskualifikasi untuk calon gubernur yang berkampanye menyerempet unsur suku, agama, dan ras. Tapi dalam undang-undang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat memberi teguran berupa sanksi pidana.
"Sanksi diskualifikasi kan yang paling ditakutkan oleh calon kepala daerah. Mereka tidak takut dipidana karena tahu prosesnya panjang. Butuh waktu bertahun-tahun mungkin sampai masa jabatan habis baru hukum pengadilan berkekuatan hukum, tapi mereka takut diskualifikasi karena sudah konsolidasi, beli spanduk, tapi gak boleh bertarung, tapi diskualifikasi juga rawan kriminalisasi," katanya sehabis diskusi Pilkada Damai di Gedung MPR-DPR, Jakarta, Senin (10/10).
Untuk menghindari kriminalisasi, Lukman mengatakan kesalahan berbicara calon pemimpin daerah yang menyangkut suku, ras dan agama hanya bisa dipidana. Karena diharapkan perilaku calon pemimpin daerah tersebut berubah. Lukman menambahkan dari sisi ini Undang-undang menggunakan pendekatan persuasif untuk calon pemimpin daerah yang salah bicara.
Tentang pejawat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang meminta maaf karena berbicara SARA, Lukman mengatakan proses hukum dapat terus dilakukan. Tapi, katanya, pihak yang merasa dirugikan oleh perkataan Ahok tetap dapat melapor ke Bawaslu. "Sebaiknya selain ke polisi juga ke Bawaslu," katanya.
Lukman yakin Pilkada 2017 mendatang akan berlangsung damai. Karena Komisi II sudah menetapkan banyak rambu-rambu untuk penyelenggara dan peserta. Lukman yakin jika terjadi konflik atau kerusuhan di Pilkada pasti disebabkan oleh provokator. "Nah provokator ini yang harus dikejar," tambahnya.