REPUBLIKA.CO.ID, OLONGAPO -- Sejumlah pecandu, yang menjalani pemulihan agar tidak menjadi korban penindakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte diajari cara membuat peti mati.
Sebanyak 700 ribu pencandu narkotika mendaftar pada kegiatan pemulihan atau dikenal dengan istilah "menyerahkan diri".
Sarana atau kegiatan menawarkan pemulihan itu tidak banyak.
Namun, Olongapo, kota berpenduduk 220 ribu jiwa, tiga jam dari Manila ke utara, menampung pencandu dan mengajari mereka cara mengukir. Pecandu dibayar 5.000 peso Filipina (satu juta rupiah lebih) per bulan untuk membuat peti mati kayu sebagai bagian pemulihan serta pemberdayaan pemerintah.
"Jika tidak segera berubah, saya akan mengisi peti mati itu," kata seorang pria berusia 44 tahun, yang menolak menyebutkan namanya. Ia menunjuk tumpukan peti mati dalam gudang tempat sembilan mantan pecandu lain bekerja.
Sejak Duterte menjabat pada 30 Juni, lebih dari 3.600 orang tewas, sebagian besar korban diduga pemakai dan pengedar narkotika. Mereka terbunuh dalam gerakan kepolisian dan aksi yang diduga dilakukan petugas paramiliter.
Setidak-tidaknya, 400 pemakai narkotika menyerahkan diri ke kepolisian Olongapo sejak Juni. Mereka akan diikutkan dalam program pembuatan peti mati beberapa bulan mendatang.
Peti mati dibuat dari kayu lapis sederhana bercat putih, dan akan dikirim ke keluarga miskin di kota yang tidak mampu membayar jasa pemakaman. Menurut jajak pendapat pada Jumat, kebijakan antikorupsi Duterte dinilai sangat baik oleh sebagian besar rakyat Filipina.
Namun, ada indikasi, sejumlah responden cemas karena buat mereka nyawa tersangka tetap penting dipertahankan. Pemerintah negara barat beserta kelompok pegiat hak asasi manusia telah menyampaikan keprihatinannya serta mendesak pemerintah menggelar penyelidikan menyeluruh terhadap pembunuhan tersebut.