Kamis 13 Oct 2016 16:06 WIB

Megawati Gantikan Jokowi di Acara Forum Kebudayaan Dunia

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (kanan) berbincang dengan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri saat pembukaan World Culture Forum 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/10).
Foto: Antara/Wira Suryantala
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy (kanan) berbincang dengan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri saat pembukaan World Culture Forum 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Sukarnoputri menggantikan Presiden Joko Widodo yang berhalangan hadir sebagai pembicara utama (keynote speaker) di acara Forum Kebudayaan Dunia (WCF) 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/10).

Acara yang menggelar enam simposium dengan pembicara dari berbagai profesi dan negara itu digelar 10-13 Oktober 2016. Megawati yang hadir sebagai mantan presiden kelima RI bercerita tentang sejumlah pengalamannya di dunia politik yang berkaitan dengan budaya. Ia menilai kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari politik.

"Politik sebagai jalan kebudayaan telah diajarkan oleh Bapak Bangsa Indonesia, Bung Karno," kata Megawati di Gedung BNDCC-1, Nusa Dua, Kamis (13/10).

Bung Karno adalah salah satu perumus dasar negara RI, Pancasila pada 1 Juni 1945. Bung Karno, kata Megawati menegaskan bahwa dirinya bukanlah penemu Pancasila, tapi penggali Pancasila. Pancasila mengandung lima prinsip sebagai dasar negara Indonesia, bersumber pada nilai dan praktik kebudayaan rakyat yang diwariskan turun temurun.

Pancasila, kata Megawati membuat Indonesia terlibat dalam politik luar negeri dengan prinsip bebas aktif. Prinsip inilah yang mendorong Indonesia terlibat penuh dalam kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah, seperti menjadi pelopor Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955.

Megawati mengatakan Pancasila membawa Indonesia dalam keputusan menggalang kekuatan dunia agar tidak terseret arus perang dingin Blok Barat dan Blok Timur. Saat itu digelar Konferensi Tingkat Tingi (KTT) Non Blok I di Belgrade pada 1961.

"Saya saat itu berusia 14 tahun dan hadir sebagai peserta termuda. Saya menaruh perhatian besar terhadap sejarah karena kita tidak boleh menjadi kaum yang ahistoris," ujarnya.

Panitia yang ditanya Republikca.co.id, mengonfirmasi seharusnya Jokowi yang hadir, namun membatalkan. Belum tahu alasan pembatalan tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement