Jumat 14 Oct 2016 16:05 WIB

Perlu Segera Siapkan Sistem Perlindungan Anak yang Sinergis dan Holistik

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Fahira Idris
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Fahira Idris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA, -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak atau yang lebih dikenal dengan Perppu Kebiri menjadi Undang-Undang. Regulasi ini adalah lompatan baru dalam upaya perlindungan anak dan menjadi langkah awal bagi Indonesia menuju negeri ramah anak.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengungkapkan, menjadikan kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa dalam hukum positif Indonesia merupakan langkah paling awal yang sangat tepat. Tujuannya untuk menciptakan sistem perlindungan anak yang komprehensif.

Menurut dia, sistem hukum yang tegas pada pelaku kekerasan terhadap anak akan sangat membantu derap langkah dan upaya semua elemen masyarakat untuk melindungi anak Indonesia dari tindak kekerasan terutama seksual. “Semua upaya harus kita lakukan, karena kondisinya (kasus kekerasan anak) sudah kritis. Semua celah-celah harus kita tutup. Semua lubang harus kita kunci agar tidak ada ruang bagi orang-orang dewasa biadab yang mengincar anak-anak kita. Salah satu upaya itu adalah hukuman mati. Saya yakin, UU Perlindungan anak yang baru ini menjadi pijakan awal menuju Indonesia ramah anak,” ujar Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (14/10).

Menurut Fahira, walau hukuman pidana maksimal sampai hukuman mati bagi pelaku kekerasan terhadap anak menjadi daya dorong yang kuat perlidungan anak, tetapi tidak akan bermakna jika pemerintah tidak segera menyiapkan sistem perlindungan anak yang sinergis dan holistik. Baik preventif maupun penanggulangan yang efektif untuk mengatasi persoalan kejahatan kekerasan anak.

Malah, dia menambahkan tantangan perlindungan anak setelah disahkannya Perppu ini akan semakin berat. Karena keberhasilan sebuah regulasi terutama undang-undang adalah sejauh mana obyek yang diatur dalam undang-undang tersebut, dalam hal ini tindak pidana kekerasan terhadap anak, tidak lagi dilanggar.

Oleh karena itu, Fahira mengatakan tugas besar pemerintah dan semua elemen masyarakat adalah bahu membahu mengkampanyekan bahwa kekerasan anak adalah kejahatan luar biasa sama. Seperti korupsi, terorisme, dan narkoba sehingga tidak punya tempat di negeri ini.

“Kekerasan terhadap anak tidak akan berkurang jika kita hanya mengandalkan pemidanaan saja. Harus ada upaya luar biasa dari pemerintah untuk menggerakan semua elemen masyarakat agar peduli dan ikut melawan segala bentuk kekerasan terhadap anak," katanya.

Fahira menambahkan, kekerasan anak itu kompleks. Di dalamnya ada dimensi sosial, budaya, kesejahteraan, pendidikan, dan lainnya. Inisiator Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak ini mengatakan di banyak negara, upaya mengubah //mindset masyarakatnya bahwa kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa sudah hampir selesai. Sehingga fokus mereka saat ini adalah bagaimana setiap kebijakan-kebijakan publik atau negara tidak merugikan kesejahteraan anak.

“Saat tindak pidana kekerasan terhadap anak sudah menurun drastis, karena sistem hukum yang tegas dan sistem perlindungan anak yang komprehensif, negara-negara ini berfokus kepada kesejahteraan anak. Bahkan, jika ada kebijakan pemotongan anggaran untuk penghemat, yang tidak dipotong hanya anggaran untuk pelayanan dan perlindungan kepada anak-anak karena mereka adalah bagian yang sangat rentan dari populasi. Saya yakin kita bisa menuju ke sana,” kata Senator asal Jakarta ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement