REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Bukit Duri Jakarta Selatan yang menjadi korban penggusuran menginginkan agar ongkos sewa penempatan rumah susun (rusun) di Rawa Bebek, digratiskan. Kebijakan Pemprov, penggratisan rusun hanya berlaku tiga bulan.
Salah seorang warga Bukit Duri yang menjadi korban penggusuran, Madi (46) menuturkan, ia dan warga lain sebetulnya berharap agar biaya sewa di rusun Rawa Bebek itu digratiskan. Bukan tanpa alasan. Keinginan warga ini muncul karena mereka telah mendirikan bangunan rumah dengan ongkosnya sendiri tapi sekarang tiba-tiba malah digusur.
Madi mengakui, biaya sewa di rusun Rawa Bebek memang digratiskan pada tiga bulan pertama sejak ditempati. Meski begitu, lanjut dia, air dan listrik tetap harus dibayar sendiri oleh warga.
"Saya juga rutin bayar PBB. Jadi kalau PBB mah punya. Minimal kalau punya hati nurani ya gantilah, cuma kan Ahok tahu sendiri," kata dia, Sabtu (15/10).
Pria yang kesehariannya sebagai pedagang lemari di pinggir jalan di bilangan Bukit Duri ini, juga merasa heran pemerintah provinsi melihat peristiwa penggusuran ini hanya sebelah mata. Seharusnya, pemerintah juga mengeluarkan solusi sehingga tidak ada warga Bukit Duri yang merasa diusir.
"Saya punya KTP Jakarta. Sudah elektronik juga. Lahir besar di sini. Anak saya sekarang sudah tujuh. Dari zaman kakek-buyut saya itu sudah pada tinggal di sini (Bukit Duri)," kata dia.
Selain itu, warga Bukit Duri yang lain, Azis pun mengatakan hal yang sama. Ia berharap biaya sewa di rusun Rawa Bebek itu digratiskan selamanya sebagai bentuk ganti-rugi kepada warga yang digusur. Menurut dia, banyak warga yang sudah lama tinggal bertahun-tahun di Jakarta dan sudah memiliki KTP Jakarta, tapi haknya malah diambil.
Warga Bukit Duri lain di RT 6 RW 12, Aji Kasmo menuturkan sebagian besar warga Bukit Duri sebenarnya enggan tinggal di rusun Rawa Bebek karena lokasinya yang jauh sehingga membuat warga sulit untuk mengais rezeki. "Kalau dihitung-hitung, ongkosnya lebih besaran kalau tinggal di sana (rusun Rawa Bebek). Belum transportasinya, belum lagi kalau di sana kan enggak bisa buat usaha. Makanya lebih murahan kalau tetap ngontrak di sini (Bukit Duri)," kata dia.
Mayoritas warga Bukit Duri adalah pedagang, mulai dari pedagang yang menggunakan gerobaknya, kelontongan, hingga yang berjualan di pinggir jalan. Penghancuran rumah-rumah warga Bukit Duri sendiri telah dilakukan pemerintah provinsi pada 28 September lalu dengan alasan untuk menormalisasi Sungai Ciliwung.