REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Cendekiawan muslim Prof Marwah Daud Ibrahim yang juga Ketua Yayasan Padepokan "Dimas Kanjeng" Probolinggo, Senin, memenuhi panggilan penyidik Polda Jatim untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka kasus penipuan bermodus penggandaan uang, yakni Taat Pribadi.
"Bagus (pemeriksaannya), saya apresiasi ini sebagai bagian dari penegakan hukum. Saya akan sampaikan apa yang saya tahu, karena kita memang mencari kebenaran dan keadilan," kata politisi yang hadir dengan mengenakan 'blazer' ungu dan didampingi pengacaranya, yakni Isya Jualinto SH.
Ditemui saat istirahat shalat dan makan, mantan anggota DPR RI selama tiga periode itu menjelaskan dirinya belum dapat bercerita banyak tentang hasil pemeriksaan dirinya, karena sejak datang pada pukul 09.15 WIB hingga istirahat pukul 12.00 WIB masih ditanya seputar biodata dan hubungannya dengan padepokan itu.
"Saya datang untuk mencari kebenaran, tapi saya belum dapat menyatakan apa-apa, karena pemeriksaan belum selesai. Saya juga tidak dapat menentukan langkah selanjutnya, karena langkah akan saya ambil kalau sudah ada hukum yang berkekuatan tetap (inkracht)," katanya.
Saat diperiksa bersamaan dengan lima 'sultan' (orang kepercayaan) Dimas Kanjeng Taat Putra dalam ruangan berbeda, ia mengaku suaminya, Tajul Ibrahim, yang juga pengurus Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Putra juga dipanggil polisi bersama dirinya, namun sakit.
"Suami saya tidak bisa datang, karena kecetit, sehingga kakinya sulit untuk digerakkan atau jalan," kata Marwah yang mengaku anggota yayasan itu mencapai 23 ribu orang secara nasional.
Secara terpisah, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono menegaskan bahwa penyidik berencana memeriksa sepuluh sultan dan dua pengurus yayasan, namun hanya lima sultan dan seorang pengurus yayasan yang hadir yakni Marwah Daud Ibrahim.
"Semuanya diperiksa sebagai saksi kasus penipuan yang dilakukan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Secara teknis, kita tunggu pemeriksaan usai, tapi intinya seputar kasus penipuan yang dilakukan Taat Pribadi, apalagi saat ini sudah ada tujuh pelapor untuk kasus penipuan itu," katanya.
Pelapor terakhir berasal dari Ponorogo yakni AH yang mengaku tertipu Rp 2 miliar hingga Rp 2,7 miliar. "Nah, Bu Marwah diperiksa, karena dia sebagai ketua yayasan dianggap tahu soal alur uang, sedangkan para sultan dianggap tahu proses penipuan yang diketahuinya," katanya.
Kelima sultan yang diperiksa sebagai saksi adalah Samsudin, Solikin, Abdul Haris, Abdurrahman, dan Sugeng Effendi. Mereka didampingi ahli hukum yang berasal dari Fakultas Hukum Unair Surabaya, di antaranya I Wayan Titib Sulaksana SH MH.
"Ada 190 sultan yang menjadi orang kepercayaan Dimas Kanjeng. Mereka bertugas menghimpun dana, baik dari koordinator daerah maupun saat ada kegiatan di padepokan, seperti istighatsah," kata Wayan Titib selaku pendamping Sugeng Effendi itu.