Senin 17 Oct 2016 23:33 WIB

Hakim Kabulkan Gugatan Praperadilan SP3 Jeremy Thomas

Jeremy Thomas.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Jeremy Thomas.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Hakim tunggal Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Sutrisno akhirnya mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Alexander Patrick Morris warga Australia terkait penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap aktor Jeremy Thomas oleh penyidik Polda Bali.

Dalam sidang yang berlangsung di PN Denpasar, Senin, hakim menilai penerbitan SP3 untuk tersangka Jeremy Thomas tidak sah dan tidak sesuai prosedur hukum.

"Kami mengabulkan sebagian gugatan pemohon yang menetapkan Jeremy Thomas sebagai tersangka kasus penipuan dan pengelapan sebidang tanah di Kedewatan, Ubud," ujar hakim tunggal Sutrisno.

Untuk permohonan pemohon untuk menahan Jeremy Thomas hakim menyatakan menolak, karena hal itu menjadi kewenangan penyidik kepolisian.

Sementara itu, pihak termohon diwakili Tim Bidang Hukum Polda Bali yaitu AKBP Made Parwata, Pembina Wayan Kota, Kompol Putu Jayaruja dan Kompol I Putu Sutama tidak banyak berkomentar terkait putusan hakim tersebut.

"Saya laporkan dulu pada atasan, saya tidak berani berkomentar lebih lanjut," ujar Kompol Sutama.

Sementara itu, kuasa hukum pemohon (Alexander Patrick Morris warga Australia), IB Putu Astina didampingi IB Made Dwija Wardana, Dewa Sri Ayu Putu Agung dan I Wayan Ardika menyatakan kegembiraannya meski majelis hakim hanya mengabulkan sebagain dari permohonannya.

"Saya berharap penyidik segera membuka dan menuntaskan kasus ini hingga selesai dan dalam putusan jelas membatalkan SP3 untuk Jeremy Thomas sehingga penyidik harus melanjutkan kasus ini sampai sidang," ujarnya.

Ia menegaskan, untuk penangkapan dan penahanan Jeremy Thomas sudah sah dimata hukum, karena penyidik sudah melampirkan surat perintah serta terdapat bukti yang cukup untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap aktor kawakan itu.

"Tindakan termohon (Polda Bali) dengan menerbitkan SP3 adalah tidak sah dan SP3 tersebut merupakan tindakan sewenang-wenang dengan kata lain melanggar hukum," ujar Astina.

Terungkapnya kasus ini berawal dari korban Patric membeli sebidang tanah di kawasan Kedewatan, Ubud pada Tahun 1999 seluas 35 are, karena warga asing pemohon meminjam nama Rudi Marcio asal Bandung yang merupakan agen property tanah tersebut.

Pada Tahun 2000 dibangun vila mewah di atas tanah tersebut, selanjutnya Patric yang bekerja di Jakarta sebagai Komisaris Independent PT Astra International yang sudah kenal lama dengan Jeremy Thomas melakukan kerjasama pada tahun 2013 untuk membangun spa di atas sisa tanah seluas 12 are yang berlokasi di sebelah vila milik Patric.

Namun, saat Patrick meminta Jeremy Thomas untuk mencarikan pinjaman dana di bank untuk membangun spa, Jermy justru meminta agar SHM vila yang sebelumnya atas nama Rudi Marcio dialihkan atas nama Jeremy pada Tahun 2013 untuk mempermudah keluarnya kredit di bank.

Karena sudah kenal dekat dengan Jeremy, korban mengiyakan permintan Jermy dan melakukan jual beli dari Marcio ke Jeremy melalui persetujuan Patric. Namun, masalah muncul ketika kredit di bank cair Rp17 miliar yang sudah ditandatangani Patric di notaris, karena Jeremy tidak pernah melaporkan kepada Patric kemana uang tersebut.

Bahkan Patric hanya sempat diberi uang Rp 1 miliar oleh Jeremy, karena tidak terima Patrick melaporkannya ke Polda Bali dengan tuduhan penipuan dan penggelapan hingga Jeremy dijadikan tersangka dan dijerat Pasal 378 dan 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement