REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan pembunuhan pegiat hak asasi manusia Munir sebagai tindakan yang mencoreng demokrasi bangsa Indonesia. Kejahatan yang mengakibatkan meninggalnya aktivis Munir, kata dia, adalah kejahatan serius.
"Sebenarnya mencoreng demokrasi kita waktu itu," kata SBY dalam konferensi pers di Pendopo Cikeas, Bogor, Selasa (25/10).
Semua hasil investigasi dan rekomendasi dari TPF Munir, kata SBY, ditindaklanjuti oleh Pemerintah. "Tentu yang kami lakukan dulu ada sesuai dengan batas-batas kewenangan seorang pejabat eksekutif, termasuk kewenangan yang dimiliki oleh para penyelidik, penyidik, ataupun penuntut dalam arti kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," ujarnya.
Pemerintah, khususnya Kepolisian RI, melakukan kerja sama dengan TPF dalam melakukan tugas-tugas penyelidikan. "Jika masih ada yang menganggap sekarang ini keadilan sejati belum terwujud, saya mengatakan selalu ada pintu untuk mencari kebenaran," katanya.
Ia juga menginstruksikan kepada jajaran Kabinet Indonesia Bersatu untuk melakukan langkah-langkah penegakan hukum atas meninggalnya aktivis Munir.
"Oleh karena itu, saya mendukung langkah-langkah Presiden Jokowi jika memang akan melanjutkan penegakan hukum ini jika memang ada yang belum selesai," ujarnya.
Kasus Munir mengemuka kembali ketika Komisi Informasi Publik memenangkan gugatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan meminta pemerintah segera mengumumkan isi dokumen tersebut. Aktivis hak asasi manusia serta pendiri lembaga KontraS dan Imparsial, Munir Said Thalib, meninggal dunia di dalam pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974 yang sedang dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda, 7 September 2004.