REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana Kepresidenan menegaskan komitmennya untuk mengungkap dalang di balik pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, yang terjadi 15 tahun lalu. Pada 7 September 2004 silam, Munir dibunuh dengan racun arsenik saat menempuh perjalanan udara dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda. Selang 15 tahun, otak pembunuhan Munir belum juga terungkap.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian Hukum dan HAM Kantor Staf Presiden (KSP) Ifdhal Kasim menyebutkan, kasus Munir terus mendapat perhatian dari pemerintah. Namun lambatnya pengusutan kasus ini, jelas Ifdhal, disebabkan sulitnya menemukan dokumen asli hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) yang terbit 2005 silam, atau salinannya.
"Dokumennya itu tidak tercatat di sini. Itu yang diminta dibuka oleh koalisi masyarakat. meminta untuk membuka hasil penyelidikan tim yang lalu. Itu kan sampai sekarang pemerintah belum bisa membuka itu, karena resminya kita tidak terdokumentasi di sini," jelas Ifdhal di KSP, Jumat (6/9).
Mendiang Munir
Presiden Joko Widodo (Jokowi), jelasnya, juga telah memerintahkan Kepolisian RI (Polri) untuk mengumpulkan dan merangkai kembali bukti-bukti yang diperlukan agar mengerucut pada otak pelaku pembunuhan Munir. Menurut Ifdhal, meski pihak-pihak yang terlibat dalam pembunuhan Munir satu persatu telah diadili, namun belum menyentuh dalang di baliknya.
"Teman-teman ini kan belum melihat ini tuntas karena belum sampai kepada yang mereka anggap bertanggung jawab," katanya.
Ifdhal menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo menaruh penuntasan pelanggaran HAM, termasuk kasus Munir, sebagai prioritas. Namun hingga saat ini, pihak istana belum menerima laporan lengkap dari Polri mengenai pengusutan lanjutan kasus Munir.
"Tapi bukan berarti pemerintah mendiamkan, tetap ada komitmen untuk kasus Munir ini tidak terganjal lah. karena kan hanya sedikit lagi. Yang lain kan sudah diajukan ke pengadilan semua," jelas Ifdhal.