REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menyebutkan, keikutsertaan amnesti pajak dari pelaku usaha sektor energi termasuk minyak dan gas bumi (migas) serta pertambangan belum optimal. Pemerintah, lanjutnya, akan melakukan intensifikasi untuk mendorong lebih banyak lagi pengusaha, direksi, dan pemilik saham dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor migas dan pertambangan untuk mengikuti amnesti pajak.
"Bu Menteri (Sri Mulyani) tadi sudah bilang akan melakukan intensifikasi dengan cepat kepada perusahaan perusahaan yang semalam diundang Bu Menteri, itu tingkat kepatuhanya sangat memprihatinkan," ujar Ken di Kementerian Keuangan, Kamis (28/10).
Ditjen Pajak Kemenkeu mencatat, untuk kepatuhan laporan surat pemberitahuan (SPT) dari perusahaan mineral dan batu bara (minerba) dan migas hanya 3.037 wajib pajak pada 2011 yang melaporkan SPT, sementara terdapat 2.900 wajib pajak yang belum melaporkan kekayaannya. Hingga 2015, angka ini tidak jauh membaik dengan 2.500 wajib pajak yang lapor SPT dan 3.600 wajib pajak lainnya tidak lapor SPT.
Kondisi lainnya, dari jumlah komisaris perusahaan pertambangan dan migas sebanyak 1.720 orang, hanya 44 persen di antaranya yang ikut amnesti pajak. Sementara sisanya, 56 persen komisaris belum mengikuti amnesti pajak.
Ditjen Pajak juga mencatat, total uang tebusan para komisaris perusahaan pertambangan itu Rp 2,16 triliun. Tercatat, uang tebusan terendah yang dibayarkan komisaris Rp 200 ribu dan yang tertinggi Rp 148,6 miliar.
Selain komisaris, Ditjen Pajak juga memiliki data wajib pajak sektor pertambangan yang menjabat sebagai direksi perusahaan tambang. Dari 2.732 direksi, hanya 36 persen atau 982 direksi yang ikut tax amnesty, dengan total uang tebusan Rp 1,05 triliun.
Sedangkan data wajib pajak pemegang saham di perusahaan pertambangan juga tercatat oleh Ditjen Pajak. Dari 2.971 pemegang saham, Ken menyebutkan hanya 47 persen atau 1.396 yang sudah ikut tax amnesty. Besaran uang tebusanya mencapai Rp 2,57 triliun dengan nilai terendah Rp 30 ribu dan nilai tertinggi Rp 180,6 miliar. Sapto Andika Candra