REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Tentara Myanmar diduga melakukan pembunuhan, perkosaan dan penyiksaan kepada penduduk Rakhine. Kelompok-kelompok HAM pun meminta inversigasi secara independen dilakukan di daerah yang merupakan rumah bagi Muslim Rohingya tersebut.
Keprihatinan turut diungkapkan Departemen Luar Negeri AS, atas terjadinya pemerkosaan yang menimpa Muslim Rohingya. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Mark Toner, meminta Myanmar menyelidiki perkosaan yang dilaporkan dan melakukan pertanggungjawaban.
Daerah Rakhine sendiri telah berada di bawah kendali militer sejak serangan terhadap penjaga perbatasan tiga pekan lalu, yang menewaskan setidaknya tiga polisi. Pemerintah melakukan serangan balasan, menewaskan 30 warga Rohingya dan menangkap puluhan orang lain.
Cerita pelecehan seksual dan pembakaran desa, sudah menjadi pembicaraan hangat di media sosial, tapi sulit melakukan verifikasi dengan pembatasan akses tentara. Amnesty Internasional dan Human Right Watch melihat pentingnya penyelidikan secara imparsial. PBB mengkategorikan kasus pada level mengkhawatirkan dan tidak dapat diterima.
"Jika tentara Myanmar tidak terlibat pelanggaran HAM, seharusnya mereka tidak kesulitan memberi akses kepada investigator independen," kata Rafendi Djamin, Direktur Amnesty Asia Tenggara dan Pasifik, seperti dilansir Arab News, Ahad (30/10).