REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah belum memutuskan skema tarif pajak untuk bisnis berbasis e-commerce atau e-dagang. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal menjelaskan, peta jalan dari pemajakan e-dagang masih dikaji di level Kementerian Koordinator Perekonomian dan akan dimasukkan dalam paket kebijakan ekonomi ke-14 yang akan terbit sebelum akhir tahun ini.
Yon menyebutkan, pihaknya belum merilis sebesar apa potensi dari pemajakan di lini bisnis e-dagang. Meski begitu, pihaknya juga mengirim tim yang bergabung di Kemenko Perekonomian untuk mengkaji berapa potensi penerimaan pajak dari bisnis ini.
"Tapi ini kan cuma berhadapan dengan metode bisnis yang berbeda. Itu aja. Orang dagang di Tanah Abang, sama saja dengan di internet cuma satu buka toko, satu di internet," ujar Yon di Jakarta, Senin (31/10).
Seiring dengan perkembangannya, pemerintah mengkaji potensi perpajakan di dalam bisnis berbasis daring termasuk selebgram yang menawarkan produk di Instagram. Yon mengaku, pada prinsipnya selebgram sama saja dengan wajib pajak lain yang harus melaporkan laporan SPT tahunan. Hanya saja, pemerintah mulai fokus di sektor ini untuk memastikan mereka sudah membayar pajak termasuk dengan pemotongan fee dari perusahaan yang menggunakan jasa selebgram.
"Kalau dilihat prinsipnya sama aja kayak tenaga marketing. Memang (sama-sama) bayar pajak, kenapa rame. Pasti kan, prinsipnya sama. Tidak ada tarif baru khusus selebgram. Mungkin karena selebgram rame di internet makanya rame," katanya.
Ia mengambil contoh, selebritas seperti Ayu Tingting yang ikut menawarkan suatu produk di akun Instragramnya, bila upah yang ia terima sudah dipotong pajak oleh perusahaan yang menggunakan jasa marketing artis maka tak masalah. "Nah di sisi lain, Ayu Tingting, dia artis, selebgram, ya harus digabungkan di SPT tahunan. Sama saja. Bisnis doang yang dengan metode berbeda," katanya.
Baca juga: Transaksi E-Dagang Diyakini Tumbuh Dua Kali Lipat Tahun Ini