REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE -- Para anggota parlemen dari ASEAN meminta Myanmar segera melakukan investigasi terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Rakhine. Para diplomat tersebut berencana mendatangi Rakhine.
Tentara Myanmar dikirim ke utara Rakhine karena militan Rohingya menyerang pos perbatasan pada 9 Oktober lalu dan membunuh sembilan polisi. Lima tentara dan 33 militan Rohingya telah terbunuh dalam operasi militer tersebut.
Penyerangan yang dilakukan oleh militan Rohingya hanyalah bentuk keputusasaan mereka karena mereka dihapuskan hak-haknya sebagai warga negara oleh Pemerintahan Myanmar yang kejam terhadap mereka.
Aktivis HAM mengatakan, kejahatan yang dilakukan oleh tentara Pemerintah Myanmar terhadap mereka antara lain eksekusi, pemerkosaan, dan pembakaran rumah-rumah suku muslim Rohingya. Ini merupakan pelanggaran HAM luar biasa dan tak bisa ditolerir.
Suku Rohingya saat ini hidup seperti era aparteid di Afrika Selatan. Mereka diperlakukan seperti budak dan sering diperlakukan sangat buruk oleh Pemerintah Myanmar.
ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) pada Rabu, (2/11) menyerukan Pemerintah Myanmar untuk melakukan investigasi secara menyeluruh terhadap pelanggaran HAM kepada suku Rohingya di Rakhine. Sebab pelanggaran HAM di sana sangat parah.
APHR meminta militer Myanmar agar membiarkan pekerja kesehatan masuk ke Rakhine memberikan pengobatan kepada warga yang sakit. Selain itu juga meminta agar militer Myanmar membiarkan jurnalis meliput di wilayah Rakhine untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan membuat dokumentasi.