Jumat 11 Nov 2016 21:26 WIB

MUI: Ada Indikasi Mengaburkan Substansi Kasus Ahok

Rep: Amri Amirullah/ Red: Ilham
Ribuan massa Kelompok Bela Islam berunjukrasa memprotes tindakan penistaan agama oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Puranama di depan Balai Kota DKI, Jumat (14/10).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ribuan massa Kelompok Bela Islam berunjukrasa memprotes tindakan penistaan agama oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Puranama di depan Balai Kota DKI, Jumat (14/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Hukum Pidana dari MUI, Abdul Chair Ramadhan, yang ikut memberikan keterangan ahli terkait kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menilai saat ini ada upaya pengaburan substansi kasus penistaan agama saat kasus ini diproses kepolisian. Dia menilai indikasi upaya mengaburkan substansi kasus penistaan agama oleh Ahok ini sudah terlihat.

"Sudah ada indikasinya, sekarang sedang dibentuk tim penelusuran terhadap uang sumbangan dari aksi 4 November lalu, yang ditampung oleh GNPF-MUI. Ini apa maksudnya?" kata dia saat Diskusi Publik 'Bedah Kasus Penondaan Agama, Layakkah Ahok di Penjara??' di Universitas Al Azhar Indonesia, Jumat (11/11).

Selain itu, kata dia, upaya mengaburkan substansi penistaan agama juga terlihat ketika polisi memasukkan Undang-Undang ITE dalam pemeriksaan kasus penistaan agama. Padahal, tidak ada urusan omongan Ahok dengan Undang-Undang ITE.

Kalau UU ITE, tentu Ahok tidak akan kena, karena bukan dia yang menyebarkan video itu, jadi terlihat sekali yang ingin diarahkan mentersangkakan si Buni Yani pengunggah ulang video Ahok di Media sosial. Selain itu, adanya ketidakjelasan dalam hukum acara yang digunakan.

Menurutnya, yang disasar kepolisian hanya menggunakan pasal 156 b dalam KUHP 'ajakan supaya orang tidak menganut agama'. Padahal bisa juga menggunakan pasal ke 156 a, 'ucapan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia'.

"Saya ditanya apakah ini alternatif atau kumulatif, saya menegaskan alternatif. Jadi tidak berdisi sendiri. Kalau pasal 156 a itu terbukti, maka secara otomatis 156 b juga terbukti. Sedangkan kalau kumulatif, hanya masuk yang pasal 156 b, itu saya tolak," ujarnya.

Sekarang polisi meminta keterangan ahli di penyelidikan, dan menunggu sampai gelar perkara. Padahal, kata dia, pemeriksaan saksi itu ada domain di wilayah penyidikan, di mana kasus ini sudah ditetapkan ada unsur pidananya. Tapi sekarang polisi seperti ingin mencari unsur kesengajaannya. Padahal, Ahok ini sebenarnya juga pernah mengatakan terkait Al Maidah 51 ini sebelum di Kepulauan Seribu.

Kemudian, ia mengulang kembali soal Al Maidah 51 di Kepulauan Seribu, dan itu ditegaskan kembali oleh Ahok di Balaikota kepada wartawan beberapa hari kemudian. Karena itu, tidak mungkin itu diucapkan tidak dengan sengaja.

"Jadi unsur apalagi yang diragukan oleh penyidik bahwa apa yang dilakukan Ahok ini tidak masuk unsur pidana penistaan agama. Kalau polisi tidak bisa membuktikan adanya penistaan agama, maka ini adalah kemunafikan hukum," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement