REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam harus menjadi promotor perdamaian terutama di kalangan Muslim.
"Hal ini mengingat permasalahan utama yang sedang mendera Islam adalah konflik sesama Muslim,'' kata Pimpinan Pesantren Alquran Babussalam, KH Muchtar Adam kepada Republika di sela-sela workshop bertema Pesantren for Peace, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/11).
Kiai Muchtar menjelaskan, konflik antarsesama Muslim terjadi karena perbedaan pendapat yang tidak disikapi dengan saling memahami. Karena itu, kata dia, pesantren sebagai lembaga pendidikan harus bisa menjadi tempat untuk mempromosikan perdamaian.
Menurut dia, pesantren tidak boleh terbawa arus, mengingat saat ini banyak umat Islam yang selalu merasa benar dengan pemahamannya sendiri, sehingga timbul saling menyalahkan jika ada perbedaan keyakinan.
Hal tersebut, menurut Kiai Muchtar, terjadi karena mereka tidak memahami Alquran dan ajaran Islam secara menyeluruh. Akibatnya, timbul kedangkalan pemahaman yang membuat mereka merasa benar tanpa tahu sisi lainnya.
"Contoh, dalam bidang fikih, jangan hanya meyakini dan mempelajari satu mazhab. Seharusnya semua dijadikan perbandingan. Tafsir juga jangan meninjau satu segi saja," ujarnya.
Karena itu, ia mengimbau umat Islam untuk mempelajari ajaran Islam termasuk kitab suci Alquran dari berbagai aspek. Bukan hanya dari aspek bahasa, tapi juga sosiologi dan makna nilai yang terkandung di dalamnya.
Dengan saling memahami, ia yakin akan tercipta Islam yang damai. "Berbeda boleh tapi perbedaan jangan sebabkan perpecahan. Akhlak Islam harus menjaga perdamaian," ujarnya.
Dalam upaya menjaga perdamaian itulah, Pesantren Alquran Babussalam menyelenggarakan workshop bertema Pesantren for Peace, 9 hingga 11 November 2016.
Dihadiri perwakilan pesantren dan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Jawa Barat, forum ini diharapkan menjadi ajang bagi para peserta untuk bertukar pendapat sekaligus memahami Islam sebagai agama yang menjunjung perdamaian.
Salah satu pembicara dalam workshop ini, penulis Irfan Amale mengatakan, Muslim harus menjadi agen penyebar perdamaian. "Bukan hanya kepada sesama Muslim tapi semua. Bukan hanya kepada manusia tapi semua seisi alam semesta," ujar dia.
Ia pun mengimbau pesantren menjadi garda terakhir dalam membendung terorisme. Hal ini karena pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya.
Namun, menurut dia, pesantren tidak bisa mengajarkan agama yang damai jika wawasannya belum luas, masih terpaku pada satu prinsip dan tidak menerima paham yang lainnya. "Tidak mungkin mengajarkan perdamaian jika kita masih ada prasangka," ujarnya.
Untuk menjadi Muslim yang mampu menularkan virus damai, menurut Irfan, harus mempelajari ajaran Islam sampai tuntas. Ia melihat, sebagian Muslim saat ini hanya memahami Islam sepotong-sepotong sehingga timbul salah penafsiran. "Pertama, kita harus kenali ajaran Islam ke sumber terpercaya sampai tuntas. Kesalahan saat ini terjadi kadang karena ilmu yang masih dangkal," katanya.
Meski demikian, dia mengatakan, memiliki ilmu saja belumlah cukup. Wawasan, menurut dia, harus diaplikasikan melalui akhlak dan perilaku, sehingga Muslim benar-benar dapat menjadi agen perdamaian.