Selasa 15 Nov 2016 11:34 WIB
Pengeboman Gereja Samarinda

Intan Berpulang Setelah Kidung

Rep: umi nur fadhilah/mabruroh/muhyiddin/dadang kurnia/antara / Red: Fitriyan Zamzami
Salah seorang balita korban Gereja Oikumene bernama Intan Marbon (2,5 tahun) yang menderita luka paling parah dibawa ambulans untuk dirujuk Rumah Sakit AW Sjahranie Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).
Foto: Antara/Amirulloh
Salah seorang balita korban Gereja Oikumene bernama Intan Marbon (2,5 tahun) yang menderita luka paling parah dibawa ambulans untuk dirujuk Rumah Sakit AW Sjahranie Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Fajar sebentar lagi terbit di Samarinda. Sejak Ahad (13/11) sore, para dokter di RSUD AW Sjahranie di Kota Samarinda, Kalimantan Timur sudah berjibaku menyelamatan nyawa sejumlah anak-anak. Satu diantaranya, Intan Olivia Marbun (2,5 tahun).

Gadis kecil berkulit kuning langsat tersebut adalah satu diantara lima anak-anak yang terkena luka bakar akibat lemparan bom molotov di halaman parkir Gereja Oikumene , Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda.

Sekitar pukul 04.00 Wita, jerih payah para dokter tak membuahkan hasil. Tanda-tanda kehidupan tak lagi terlihat dari alat monitor. Hidup Intan yang singkat itu, berakhir. "Kami sudah berupaya keras dengan melibatkan tim bedah plastik, bedah umum, anestesi, ahli anak dan juga dari keperawatan intensif untuk menolong anak itu, tetapi karena akibat luka bakar yang cukup parah, sehingga jiwanya tidak bisa tertolong," kata Direktur RSUD AW Sjahranie, Dr Rahim Dinata Majidi, kemarin.

Ia menuturkan, Intan berpulang akibat luka bakar yang menutupi 78 persen tubuhnya. Selain menderita luka bakar cukup parah, balita yang menjadi korban bom di Gereja Oikumene itu kata Rahim Dinata, juga mengalami pembengkakan paru-paru akibat menghirup asap saat terjadi ledakan. "Luka bakar diatas 45 persen bagi orang dewasa saja sudah tergolong parah, apalagi sampai 78 persen dan ini dialami oleh balita. Korban juga mengalami pembengkakan paru-paru akibat menghirup asap saat terjadi ledakan," ucap Rahim Dinata. Ayah Intan yang menunggui di rumah sakit masih terkejut tak bisa berkata-kata.

Pada Ahad (13/11) pagi, Intan masih bermain bersama kawan-kawannya di sela-sela ibadah mingguan di Gereja Oikumene Samarinda. Di antara yang bermain bersama dia saat itu adalah Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (4), Triniti Hutahaya (3) serta Anita Kristabel Sihotang (2). Mereka menanti orang tua masing-masing yang tengah mengikuti sesi kedua peribadatan di dalam gereja.

Intan dan kawan-kawan keluar usai kidung dinyanyikan. Sekitar pukul 10.00 WIB pintu utama gereja terbuka. Anak-anak keluar lebih dahulu. Jemaat masih duduk mengucap doa terakhir. Lalu tiga ledakan keras terdengar, "Boom! Booom! Booom!". Jemaat panik dan berhamburan, api dari bom molotov yang dilempar mengular ke berbagai arah, termasuk ke teras tempat Intan dan kawan-kawannya bermain. Api mengekor sampai ke dalam gereja, jemaat berlarian ke belakang. Empat sepeda motor di parkiran juga terbakar.

Pendeta Samion (53), salah satu saksi mata, sempat memergoki pelaku yang mengenakan kaos berwarna hitam itu berlari sesaat setelah ledakan terjadi. Ia pun berusaha mengejar dan kemudian berteriak meminta bantuan warga untuk ikut mengejar pelaku yang berusaha kabur.

"Puluhan warga berusaha mengejar pelaku yang terlihat nyebur ke Sungai Mahakam. Warga kemudian minta tolong pemilik perahu untuk mendekati pelaku dan akhirnya bisa ditangkap warga, lalu diserahkan ke polisi,\" kata Samion, yang mengaku berada sekitar 15 meter dari lokasi ledakan. Pendeta Samion yang rumahnya tidak jauh dari Gereja Oikumene, sedianya akan memimpin ibadah sesi ketiga di gereja tersebut. Saat ledakan terjadi, ibadah sesi kedua sudah hampir berakhir.

Sejauh ini, satu korban lainnya di RS AW Sjahranie, yakni Triniti Hutahaya (3) masih dalam perawatan intensif tim dokter. Ia mengalami luka bakar mencapai 50 persen. "Luka bakar yang dialami Triniti mencapai 50 persen dan juga mengalami pembengkakan paru-paru akibat menghirup asap saat ledakan. Masa kritis biasanya berlangsung 10 sampai 12 hari dan kami terus berupaya agar korban bisa melewati masa kritisnya," kata Rahim Dinata. Dua korban lainnya sejauh ini juga masih dirawat di RSUD IA Moes.

Kepolisian telah mengidentifikasi pelaku bernama Juhanda alias Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia. Warga Bogor itu disebut belakangan tinggal di Jalan Cipto Mangunkusumo, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Samarinda Seberang.

Pelaku pernah menjalani hukuman pidana selama 3 tahun 6 bulan penjara sejak tanggal 4 Mei 2011 Menurut Agus, pelaku saat itu dihukum dengan hukuman 3 tahun 6 bulan kurungan. Ia saat itu diputus bersalah terlibat dengan kasus bom di Serpong dan juga kasus teror bom buku pada April 2011 silam. Juhanda bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 Juli 2014.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan Juanda merupakan anggota jaringan terorisme lama yang melakukan teror bom buku. "Ada kaitan itu. Kelompoknya Pepi Fernando. Ini jaringan lama," ujar Tito di Mako Brimob, Depok, kemarin.

Pepi merupakan tersangka bom buku yang ditangkap bersama 17 tersangka lainnya pada 2011 lalu. Pepi adalah warga asal Kampung Sekarsari, Munjul, Kecamatan Ciambar, Sukabumi, Jawa Barat. Tito mengatakan, setelah direkrut jaringan Pepi dan menjalani pidana, Juanda juga termasuk dalam jaringan Jamaah Islamiyah Daulah (JAD). "Jadi dia sekarang bergabung dengan Jamaah JAD," ujar Tito.

Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar, mengatakan, kepolisian sedianya telah mendeteksi keberadaan jaringan-jaringan teroris di Indonesia. Meski begitu, yang terjadi di Samarinda tergolong tak terprediksi. "Kalau jaringan-jaringan ini ada sudah sempat terdeteksi juga. Cuma kalau hari itu (kejadian di Samarinda) memang tiba-tiba," kata Boy di Mabes Porli, kemarin. Meski demikian Boy membantah bila peristiwa di Ahad (13/11) pagi itu disebut kebobolan dari Intelijen Polri. "Tidak, tidak bisa ngomong gitu. Bahasa itu tidak pas," ungkapnya.

Siapapun pelakunya, berbagai pihak sepakat bahwa aksi teror yang menewaskan seorang bocah tak bersalah kemarin adalah perbuatan keji. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang langsung mengunjungi korban di RS AW Sjahranie kemarin meminta para pelaku teror dihukum seberat-beratnya. "Kita harus keras lagi, kita harus serius lagi dalam menangani teroris karena suatu yang nyata merupakan ancaman nyata. Karena saya lihat sendiri korbannya anak-anak yang tidak berdosa dan butuh kedamaian," tutur Muhadjir.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga meminta aparat penegak hukum menindak tegas pelaku Bom Samarinda. "Sikap kita tetap bagaimana pun terorisme itu haram dan tidak boleh ada. Harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia," kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat, Tengku Zulkarnain saat dihubungi Republika, kemarin.

Selain itu, kata Tengku, aparat kepolisian juga harus memproses pelaku Bom Samarinda dengan jelas dan transparan. Jangan sampai ada rekayasa dalam kasus tersebut sehingga menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) juga menegaskan bahwa kekerasan dalam bentuk apapaun tak bakal menyelesaikan masalah. Ia menkankan bahwa kekerasan dan tindakan paksaan hanya boleh digunakan oleh negara melalui prosedur hukum. “Kami menyampaikan keprihatinan mendalam dan simpati bagi para korban dan keluarganya. Kepada jemaat-jemaat di Gereja Oikoumene, Samarinda, kami mendoakan agar tetap tenang dan tekun dalam doa sekaitan dengan tragedi kemanusiaan yang terjadi,” lanjut Jeirry.

PGI juga mengimbau kepada seluruh umat Kristen agar tetap tenang dan tidak perlu membangun opini-opini liar, khususnya di media sosial. Ia berharap agar Polri mengusut tuntas kasus ini dan menghukum pihak pelaku dengan seadil-adilnya. “Kepada pemerintah, di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo, kami meminta penanganan yang tegas, segera dan profesional atas peristiwa ini,” ujarnya. n

Tulisan ini dimuat di Koran Republika Edisi Selasa (15/11).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ ۗمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَّلٰكِنْ يُّرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

(QS. Al-Ma'idah ayat 6)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement