Ahad 20 Nov 2016 14:26 WIB

Aher Sebut Demonstran Bandara Majalengka Bukan Pemilik Lahan

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Nur Aini
Lanskap maket proyek pembangunan Bandara Internasional Kertajati di Kab.Majalengka, Jawa Barat, Kamis (14/1).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Lanskap maket proyek pembangunan Bandara Internasional Kertajati di Kab.Majalengka, Jawa Barat, Kamis (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan yang biasa disapa Aher mengungkapkan berdasarkan informasi yang diperolehnya, petani yang berdemonstrasi menolak lahannya diukur untuk Bandara Internasional Jawa Barat di Majalengka bukan pemilik lahan. Bahkan, dikabarkan yang mengikuti aksi tidak hanya berasal dari Majalengka tetapi dari Cirebon dan Jakarta.

“Jadi laporan kepada saya, saya tidak menyaksikan di lapangan, pihak yang akan dibebaskan lahannya 50 orang sudah selesai. Dan saat kemarin demo itu, mereka tidak hadir di situ,” ujarnya kepada wartawan, Ahad (20/11).

Saat ditanya, apakah petani yang berdemonstrasi kemarin merupakan bayaran atau spekulan. ia mengaku tidak tahu tetapi kabar yang beredar mereka yang hadir demonstrasi bukan pemilik lahan. Aher mengaku menyesalkan kejadian bentrok antara aparat kepolisian dengan para petani, Kamis (17/11) kemarin. Sebab, permasalahan lahan seharusnya bisa diselesaikan dengan baik-baik lewat musyawarah. Menurutnya, negosiasi antara pemerintah dengan petani menyangkut lahan sudah berlangsung hampir empat tahun. Bahkan karena belum ada kesepakatan anggaran kurun waktu itu tidak bisa terserap.

Menurutnya, dari 3.000 meter pembangunan runway, baru 2.500 meter yang sudah dibangun. Sementara, sisa lahan 500 meter masih dinegosiasikan dengan petani. Hingga, Kamis kemarin pengukuran sudah dilakukan dengan baik dan tinggal meneruskan proses selanjutnya. Namun, usai pengukuran tiba-tiba diadang oleh petani.

“Kan kita sudah musyawarah berkali kali, UU menetapkan kalau sudah tidak bisa musyawarah proyek tetap bisa jalan terus,” ungkapnya.

Aher mengatakan pengukuran lahan seluas 500 meter Kamis kemarin sudah disepakati oleh pemiliknya. Namun, usai pengukuran tiba-tiba diadang sekelompok orang. Ia menegaskan tindakan gas air mata yang dikeluarkan oleh polisi merupakan bentuk penyelamatan diri dan masyarakat karena adanya perlawanan kasar dan anarkis memakai ketapel, batu, dan alat yang membahayakan. Selain itu, aparat kepolisian mengalami cedera.

“Sekali lagi kronologisnya, ketika proses pengukuran aman saja terus ada pengadangan dengan anarkis dari masyarakat supaya anarkisme ini dan kekerasan tidak meluas apalagi jatuh korban. Maka polisi melakukan tahapan penyelesaian, tentu soal sesuai prosedur atau tidak tanya kepolisian lah. Bukan saya, saya tidak tahu,” ungkapnya.  

Ia mengatakan jika proyek pembangunan Bandara tidak selesai pada 2018 maka anggaran negara menjadi tidak berguna. Apalagi dana yang dikeluarkan untuk pembangunan bandara sangat besar mencapai kurang lebih Rp 4,5 triliun bisa menjadi sia-sia dan pembangunan ekonomi timur Jawa Barat terkendala.

“Runway Rp 1,6 triliun, air traffic control Rp 500 miliar. Terminal Rp 2,1 triliun, pembebasan lahan Rp 1 trillun. Pada 2017 mungkin uang keluar sampai Rp 4,5 triliun. ltu akan sia-sia dan pengembangan ekonomi jadi terhambat untuk kawasan timur,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement