REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengutuk pembantaian Muslim Rohingya di Myanmar. Bagaimanapun, hal itu tidak sesuai konstitusi. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid menyatakan, MUI mengukut aksi pembantaian etnis Rohingya.
Cara itu tidak beradab dan bertentangan dengan konstitusi Indonesia yang menjunjung kemerdekaan sebagai hak segala bangsa dan harus dihapuskan dari dunia. Ini adalah penjajahan dan penindasan satu kelompok terhadap yang lain.
"MUI mengutuk upaya yang mengarah pada penghapusan etnis ini. MUI dorong DK PBB dan organisasi Islam dunia untuk caru solusi yang bermartabat,'' ungkap Zainut di Kantor MUI, Selasa (22/11).
Bangsa Indonesia bisa mengambil hikmah dari sana. Indonesia punya tingkat toleransi tinggi terhadap aneka suku dan agama atau sesama bangsa. ''Kita sadari Indonesia mayor Muslim tapi jarang terjadi konflik seperti di Rohingya. Karena umat Islam di Indonesia sadar, perbedaan adalah sunatullah. Islam juga mengajarkan penghormatan dan toleransi kepada agama lain,'' kata Zainut.
Tentara Myanmar diduga melakukan pembunuhan, perkosaan dan penyiksaan kepada penduduk Rakhine. Kelompok-kelompok HAM pun meminta inversigasi secara independen dilakukan di daerah yang merupakan rumah bagi Muslim Rohingya tersebut.
Cerita pelecehan seksual dan pembakaran desa, sudah menjadi pembicaraan hangat di media sosial, tapi sulit melakukan verifikasi dengan pembatasan akses tentara.