Kamis 24 Nov 2016 04:01 WIB

Pengungsi Rohingya Terus Berdatangan ke Bangladesh

Rep: Kabul Astuti/ Red: Indira Rezkisari
Anak-anak pengungsi Rohingya mengikuti pelajaran di sekolah kamp pengungsi Kutupalang di Cox Bazar, Bangladesh.
Foto: Reuters
Anak-anak pengungsi Rohingya mengikuti pelajaran di sekolah kamp pengungsi Kutupalang di Cox Bazar, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGLADESH -- Menyusul eksodus besar-besaran Muslim Rohingya pasca merebaknya kekerasan etnis di negara mereka, Pemerintah Bangladesh memanggil duta besar Myanmar pada Rabu (23/11) untuk mengungkapkan keprihatinan atas situasi ini. Bangladesh meminta Myanmar membantu menjaga perbatasan dan mengakhiri situasi mencekam ini.

"Meskipun ada upaya penjaga perbatasan untuk mencegah masuknya, ribuan warga Myanmar yang tertekan termasuk perempuan, anak-anak, dan orang tua, terus menyeberangi perbatasan ke Bangladesh. Ribuan lainnya telah dilaporkan berkumpul di perbatasan," ujar seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Bangladesh, Kamrul Ahsan.

Dilansir dari Reuters, Kamis (24/11), Kamrul Ahsan meminta Myanmar untuk membantu Bangladesh menjamin integritas perbatasan. Ia juga melayangkan protes terhadap kecenderungan media-media Myanmar untuk melibatkan Bangladesh dalam tindakan kekerasan etnis tersebut.

Hingga kini, PBB mengatakan 30 ribu orang diperkirakan telah mengungsi, sedangkan ribuan lainnya telah terdampak oleh pertempuran baru-baru ini. Pekerja sosial PBB mengatakan ratusan orang sudah menyeberangi perbatasan ke Bangladesh selama akhir pekan dan awal pekan ini.

Di tengah tindakan keras militer, bantuan kemanusiaan untuk menyediakan makanan dan obat-obatan bagi lebih dari 150 ribu orang di wilayah mayoritas Muslim itu telah ditangguhkan selama lebih dari 40 hari.

Kepala Komisaris Tinggi PBB untuk Kantor Pengungsi di kota resor Cox's Bazar, Bangladesh, John McKissick, mengakui sulit bagi pemerintah Bangladesh untuk menyerap pengungsi dalam jumlah besar, namun menurutnya tidak ada pilihan lain. "Satu-satunya pilihan lain adalah kematian dan penderitaan. Untuk saat ini, satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah untuk membantu dan melindungi mereka," kata dia.

Shawkat Ara, seorang gadis di sebuah kamp pengungsi di Teknaf, yang tiba dari Myanmar dengan perahu pada hari Selasa, mengatakan ia berharap untuk kembali dan menemukan kerabatnya yang hilang suatu hari nanti. "Ketika ada perdamaian di negara kami, saya akan kembali dan saya akan mencoba untuk mencari tahu tentang ayah dan paman saya," kata gadis itu.

 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement