REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan Buni Yani sebagai tersangka dalam kasus penyebaran video gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di media sosial oleh penyidik Polda Metro Jaya disayangkan dan diprotes sejumlah pihak. Tuduhan kepada Buni Yani sebagai penebar kebencian serta permusuhan di kalangan masyarakat dianggap tidak relevan dengan perkembangan kasus Ahok.
Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengatakan, publik akan tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan saat ini. Meski begitu, secara pribadi, Fahira menyayangkan penetapan status tersangka ini dan meminta masyarakat mendoakan Buni Yani.
"Saya yakin Allah tidak diam. Dia akan beri jalan bagi Buni Yani temukan keadilan. Saya pribadi akan kawal kasus ini sampai Buni Yani temukan keadilan,” ujarnya di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta (24/11).
Fahira menyebut kesalahan terbesar Buni Yani adalah berani menganggu kemapanan kekuasaan dengan mengoreksi sikap, perilaku, serta perkataan pejabat publik yang saat ini statusnya sudah menjadi tersangka dugaan penistaan agama.
Menurutnya, penetapan Buni Yani menjadi tersangka hanya karena mengunggah video Al Maidah 51 beserta narasi mempertanyakan apakah yang diucapkan Ahok sebagai penistaan agama, merupakan hal berlebihan.
Kesannya, kata dia, gara-gara Buni Yani, negara ini jadi gaduh karena umat Islam marah dan menggelar aksi besar-besaran.
“Padahal kita semua tahu, biang kegaduhan itu siapa. Jika setiap kritik ke pejabat publik harus berurusan dengan polisi, kita semua harus koreksi diri, negeri seperti apa yang sebenarnya kita inginkan," kata dia.
Objek yang dikritik Buni Yani yaitu perkataan Ahok yang status hukumnya sudah jelas, tersangka kasus penistaan agama. Ahok pun, kata Fahira, juga sudah berulang-ulang mengakui kesalahannya. "Lantas nama baik siapa yang dicemarkan Buni Yani,” ujar senator Jakarta ini yang suaminya ikut membela Buni Yani.
Baca juga, Buni Yani Ditetapkan Sebagai Tersangka.