Ahad 27 Nov 2016 08:12 WIB

Mengapa Fidel Castro Memelihara Janggut dan Berewok?

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Indira Rezkisari
Lukisan Fidel Castro di sebuah pabrik di Havana, Kuba.
Foto: Reuters
Lukisan Fidel Castro di sebuah pabrik di Havana, Kuba.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Fidel Castro (90 tahun) tutup usia pada Jumat (25/11) malam waktu setempat. Selama hidupnya, pemimpin Kuba ini terkenal gigih melawan hegemoni Barat.

Publik juga mengingatnya sebagai pria bertubuh tegap dan sering tampil dengan busana khas militer. Satu hal lain yang tak mudah dilupakan Fidel Castro memelihara janggut dan berewok.

Rupanya, ada renungan filosofis di balik kebiasaannya itu. Dalam sebuah wawancara tahun 1959, Fidel Castro mengibaratkan janggutnya itu sebagai lambang komitmen pengabdiannya kepada rakyat Kuba.

“Tak pernah terpikirkan bagi saya untuk mencukur janggut karena saya terbiasa dengan (memelihara) janggut. Janggut saya ini berarti banyak hal untuk negara saya. Kalau kami sudah menunaikan janji-janji pemerintahan yang baik, maka saya akan mencukur janggut,” demikian kutipan Fidel Castro, seperti dilansir CCTV.

Penelusuran Republika.co.id, wawancara tahun 1959 itu terjadi antara jurnalis CBS dan Fidel Castro, tepat 30 hari setelah Revolusi pecah. Sebagai informasi, Fidel Castro merupakan tokoh di balik revolusi yang meruntuhkan rezim militer Fulgencio Batista pada 1959.

Fidel Castro lantas mendirikan pemerintahan yang berasas sosialisme. Sejak saat itu hingga 2006, ia memimpin Kuba sehingga menjadi negara yang cukup berpengaruh di kawasan Amerika.

Fidel Castro menuai dukungan luas rakyat Kuba. Ratusan kali badan intelijen Amerika Serikat (AS) mencoba untuk membunuhnya. Namun, upaya ini selalu kandas.

Hubungan AS-Kuba memanas selama Perang Dingin bergulir. Setelah Uni Soviet runtuh pada 1991, negara yang terletak persis di selatan AS itu tetap memegang asas sosialisme. Lebih dari 50 tahun lamanya Kuba diembargo AS.

Pada 2006, Fidel Castro mentransfer kekuasaan kepada saudaranya, Raul Castro, dengan alasan kesehatan. Kendati begitu, ia masih memegang pengaruh nasional.

Pada 2015, AS di bawah Barack Obama memulai pemulihan hubungan diplomatik dengan Kuba. Kebijakan ini ditentang keras kalangan oposisi Negeri Paman Sam, termasuk Donald Trump yang pada Januari mendatang akan disumpah sebagai presiden AS berikutnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement