Senin 28 Nov 2016 22:00 WIB

Riau Perkuat Budaya Melayu Hadapi MEA

Kerajaan Melayu Riau/ilustrasi
Foto: pekanbaruriau.com
Kerajaan Melayu Riau/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Ketua Lembaga Alam Melayu (LAM) Riau Destrayani Bibra mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap memperkokoh budaya Melayu yang sarat dengan ajaran dan petunjuk dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"MEA memiliki pola mengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas antarnegara anggota ASEAN. Selain ekonomi tentu juga masuknya budaya asing ke negeri ini," kata dia di Pekanbaru, Senin (28/11).

Destrayani menyakini bahwa budaya Melayu Riau tidak akan mudah tergerus pengaruh budaya asing dari negara yang lebih dekat seperti Brunai, Malaysia, Singapura dan lainnya jika masyarakatnya kokoh melaksanakan adat Melayu.

Ia mengatakan, budaya Melayu Riau yang berada di negeri Sumatera Tengah ini unggul dengan keramahtamahannya serta kaya dengan berbagai adat-istiadat dan budaya yang tidak akan pernah luntur. "Sejak turun temurun budaya dan adat istiadat telah diwariskan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti festival lampu colok atau petang balimau," katanya.

Ia menjelaskan, festival lampu colok merupakan agenda tahunan masyarakat Riau yang memaknai bahwa sebuah tradisi masyarakat daerah ini dalam menyambut malam Lailatul Kadar yang saat itu listrik belum ada.

Jadi, katanya lagi, lampu colok (lampu berminyak tanah) dihidupkan oleh semua warga sehingga bisa menerangi seluruh kampung saat bulan puasa.

Sedangkan petang balimau adalah tradisi yang digelar masyarakat Melayu--dengan persentase tertinggi adalah pemeluk Islam--itu dengan mandi balimau untuk menyambut bulan puasa Ramadhan. "Kedua tradisi itu tiap tahun masih digelar pada setiap daerah, dan ini menjadi kegiatan unggulan bagi daerah dikenal Bumi Lancang Kuning itu," katanya.

Karena itu, budaya ini harus terus diperkokoh terus dan yang bertanggunga jawab adalah tokoh masyarakat, ulama, generasi muda, kaum ibu dan lainnya agar masyarakat daerah ini tidak terpengaruh budaya negatif dalam era MEA.

MEA tidak bisa dihindari karena berawal pada KTT yang dilaksanakan di Kuala Lumpur pada 1997. Para pemimpin ASEAN akhirnya memutuskan untuk melakukan pengubahan ASEAN menjadi suatu kawasan makmur, stabil dan sangat bersaing dalam perkembangan ekonomi yang berlaku adil dan dapat mengurangi kesenjangan dan kemiskinan sosial ekonomi.

Kemudian dilanjutkan pada KTT Bali pada Oktober 2003, para pemimpin ASEAN mengeluarkan pernyataan bahwa MEA akan menjadi sebuah tujuan dari perilaku integrasi ekonomi regional di tahun 2020 dan beberapa komunitas sosial budaya ASEAN merupakan dua pilar yang tidak bisa terpisahkan dari komunitas ASEAN.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement