REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- NTB merupakan provinsi keempat terbesar dalam segi pengiriman jumlah TKI ke luar negeri. Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin mengatakan mengatakan faktor ekonomi menjadi salah satu alasan warganya berbondong-bondong ke luar negeri.
Amin mengungkapkan, dua tahun terakhir jumlah TKI asal NTB mengalami penurunan dari 2014 yang sebanyak 46.187 orang, menjadi 35.312 orang pada 2015. Kendati begitu, tingkat TKI bermasalah justru mengalami peningkatan dari 1.885 pada 2014 menjadi 2.408 orang pada 2015.
"Data TKI non prosedural atau trafficking pada 2014 sebanyak 107 orang, dan 2015 sebanyak 216 orang," ujarnya di Kila Senggigi, Lombok Barat, Rabu (7/12).
Amin menambahkan, hingga September 2016, permasalahan TKI asal NTB tercatat sebanyak 325 kasus seperti PHK sepihak, dan over contract. Mirisnya, kata Amin, sebanyak 10 warga NTB yang bekerja di Malaysia selama 2016 ditembak Polisi Diraja Malaysia. Pemerintah Provinsi NTB, ia katakan, telah melayangkan surat kepada Kemenlu untuk menanyakan kejelasan kasus tersebut.
"Ini yang harus diusut, apakah memang bersalah atau tidak. Kami sudah bersurat ke Kemenlu soal ini, tapi belum direspon," lanjutnya.
Menurutnya, sebagian besar TKI asal NTB bekerja di sektor informal yang mengakibatkan tak punya daya tawar yang kuat dan juga kerap dipandang sebelah mata. Dia melanjutkan, banyak warga TKI asal NTB yang dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab baik saat keberangkatan di daerah asal maupun setibanya di tempat tujuan.
Menanggulangi tingginya TPPO terhadap TKI, Pemprov NTB telah membentuk enam unit layanan terpadu satu pintu (LTSP) yang difasilitasi BNP2TKI dan juga diawasi KPK. Enam unit LTSP TKI akan dilakukan di kantong-kantong TKI di NTB seperti di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, Sumbawa, Bima, Lombok Barat, dan Lombok Utara.
"Enam unit layanan tersebut diharapkan mampu mencegah adanya TKI ilegal dan juga jadi korban dalam TPPO," katanya menambahkan.