Rabu 14 Dec 2016 17:57 WIB

Uji Materi UU Amnesti, Menkeu: Keputusan MK Beri Kepastian Hukum

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Budi Raharjo
Gedung Mahkamah Konstitusi.
Foto: Dokumentasi Republika
Gedung Mahkamah Konstitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Keuangan Sri Mulyani mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh permohonan uji materi pasal Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Sri menilai putusan MK tersebut sangat berarti bagi Pemerintah yang tengah menerapkan ketentuan dalam UU 11/2006 tersebut.

"Pemerintah betul-betul sangat menghargai keputusan yang dilakukan oleh MK. Keputusan ini sangat berarti bagi pemerintah yang akan terus melaksanakan UU Pengampunan Pajak, yang masih akan berlangsung hingga pada akhir Maret 2017," ujar Sri saat hadir dalam sidang putusan MK di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/12).

Sri mengatakan, putusan MK yang menyatakan UU 11 tahun 2016 tidak bertentangan dengan konstitusi atau UUD 1945 memberikan kepastian peraturan perundang-undangan di Indonesia. Ia berharap, putusan MK itu memberi kepastian bagi seluruh wajib pajak yang selama ini mengikuti program tax amnesty pada periode pertama dan sampai hari ini periode kedua.

"Tentu dengan keputusan ini akan menghilangkan keraguan dari para wajib pajak dari peserta tax amnesty," kata Sri.

Ia juga menilai, putusan MK ini juga menguatkan Pemerintah yang tengah berupaya melakukan reformasi sektor perpajakan dengan didukung dengan peraturan perundangan yang ada. "Kita tentu berharap dengan keseluruhan reformasi perpajakan dan keputusan MK ini akan menjadikan suatu momentum yang kuat untuk terus memperbaiki kinerja di Direktorat jenderal pajak juga digunakan untuk sumber pembangunan," kata Sri.

Adapun pernyataan Sri tersebut dikeluarkan setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusan MK hari ini, Mahkamah sekaligus menolak uji materi permohonan pasal yang ada dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Sebagaimana dimohonkan oleh Yayasan Satu Keadilan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, serta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia. "Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat saat membacakan putusan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (14/12).

Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai dibentuknya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak oleh Pemerintah dan DPR didasari kondisi dilematis akibat turunnya pendapatan negara khususnya sektor pajak. Padahal sektor pajak, menyumbang besar dalam pembiayaan program pembangunan di Indonesia.

Hal ini menurut mahkamah, berpotensi membuat mandek program pembangunan, mengentaskan kemiskinan, menurunkan pengangguran sehingga pembentuk UU mengambil langkah khusus di luar penegakan hukun yang normal yakni melalui pengampunan pajak tersebut.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement