REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP dan PA), Rini Handayani, mengatakan siswa, orangtua dan guru SDN 1 Sabu Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami trauma. Pihak Kemen PP dan PA saat ini masih mempertimbangkan penambahan tenaga psikolog untuk mengatasi trauma mereka.
Menurut Rini, trauma tidak hanya dialami oleh siswa-siswi yang menjadi korban penusukan. Berdasarkan hasil penanganan sementara dari tim Kemen PP dan PA pusat dan daerah diketahui bahwa guru dan orangtua pun mengalami trauma.
"Siswa lain yang menyaksikan kejadian penusukan juga mengalami trauma. Kami bisa memahami jika banyak yang enggan pergi ke sekolah. Penyembuhan trauma mereka butuh waktu lama," ujar Rini kepada Republika di Jakarta, Kamis (15/12).
Tim penanganan terpadu saat ini telah terjun ke Sabu Barat. Mereka, tutur Rini sedang melakukan assesment untuk mengetahui kondisi psikologis korban, keluarga korban, siswa lain dan guru.
Hasil assesment nantinya digunakan sebagai rujukan trauma healing kepada beberapa pihak tersebut. Rini menegaskan, proses penyembuhan dan pendampingan psikologis akan dilakukan hingga kasus ini tuntas.
"Kami ingin sampai tuntas, hingga trauma mereka pulih, " tutur dia.
Meski begitu, salah satu kendala trauma healing adalah belum mencukupinya tenaga psikolog di NTT. Rinu mengakui penanganan trauma beberapa pihak membutuhkan cukup banyak psikolog.
Karena itu, pihaknya akan mengupayakan psikolog dari daerah lain. "Nanti kita lihat setelah hasil seluruh assesment terkumpul. Berapa kebutuhannya menyesuaikan jumlah dan tingkat trauma yang mereka alami. Kami akan datangkan dari daerah terdekat, misalnya Makassar, " tambah Rini.
Sebelumnya, tujuh siswa SDN 1 Sabu Barat mengalami luka-luka akibat dianiaya seorang pria berinisial IR. Pelaku sendiri tewas setelah dihakimi massa seusai kejadian. Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Brigjen Pol Widiyo Sunaryo memastikan kasus penganiayaan yang menimpa siswa SDN 1 Seba, Kecamatan Sabu Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) murni tindakan kriminal.
"Kasus tersebut murni tindak kriminal dan sama sekali tidak ada kaitan dengan SARA," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (14/12).
Widiyo menjelaskan, peristiwa penganiyaan terjadi pukul 09.00 WITA. Pelaku berinisial IR merupakan pedagang keliling yang menjual piring.