REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Institut Manajemen Zakat (IMZ) Dompet Dhuafa Kushardanta Susilabudi mengusulkan agar LAZ bisa menitikberatkan pada pemberdayaan ekonomi sebagai fokus penyaluran dana zakat hingga 40 persen. Dengan stimulus dari dana zakat, ekonomi mikro dapat terus bergerak dan berjalan.
"Usul saya, ya porsi untuk ekonomi bisa 40 persen, pendidikan dan kesehatan, misalnya, bisa 25 persen masing-masing. Kemudian sisanya untuk program sosial. Seperti itu kira-kira. Itu usulan saya, seyogianya pada 2017 mendatang, ya karena kita perlu ekonomi untuk bergerak," kata Kushardanta saat dihubungi Republika.
Kushardanta menambahkan, dengan modal yang kecil atau usaha yang belum berkembang, memang cukup sulit bagi para mustahik untuk bisa masuk ke perbankan. Pasalnya, bank hanya mau membantu jika usaha mereka paling tidak sudah berjalan selama dua tahun.
"Nah, inilah peran lembaga zakat untuk membantu UMKM atau usaha kecil untuk permodalan, misalnya, Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. Buat mereka (para mustahik) itu sudah sangat berarti," kata dia.
Besarnya penyaluran dana zakat untuk ekonomi juga perlu dijaga lewat pendampingan, pelatihan, dan tolok ukur atau parameter keberhasilan program tersebut. Kushardanta menambahkan, memang perlu ada hasil yang dicapai lewat bantuan-bantuan dari program ekonomi tersebut, terutama soal capaian dan tolok ukur keberhasilan program itu. Pun dengan membuat mustahik menjadi muzaki.
"Kalau itu sudah bisa eksis dan bertahan, serta menghidupi anak dan istri, atau untuk tiga orang. Nah, itu bisa saja dikategorikan berhasil. Kira-kira seperti itulah cara gampangnya," ujarnya.
Berdasarkan kajian dari IMZ, Kushardanta mengakui, sebenarnya sudah banyak model pembiayaan ekonomi yang dilakukan oleh berbagai LAZ. Tetapi, belum ada kesepakatan terkait tolok ukur atau parameter keberhasilan program-program tersebut, terutama jika bertujuan untuk merubah mustahik menjadi muzaki.
Kushardanta menilai, belum ada program yang bisa dijadikan contoh untuk keberhasilan mengubah mustahik menjadi muzaki. Meskipun, dia menjelaskan, ada kendala faktor komunikasi atau publikasi.
"Selain itu, faktor ekonomi kan diklaim berhasil, tapi kita belum sepakat untuk duduk bersama. Ini proses mustahik menjadi muzaki, orang yang dibantu zakat terus kemudian dia tidak dibantu zakat lagi. Ini tolok ukurnya apa, parameternya apa?" ujar Kushardanta.
Kushardanta juga menyarankan, LAZ baik swasta atau pemerintah perlu duduk bersama untuk mengomunikasikan dan memetakan para mustahik. Dengan demikian, tidak ada lagi mustahik, masyarakat, atau komunitas yang mendapatkan bantuan dari dua LAZ atau lebih.