REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka perceraian yang menunjukkan tren peningkatan setidaknya dalam empat tahun terakhir dinilai tidak cukup diatasi dengan kursus calon pengantin (catin) saja. Persoalan sistem dinilai harus dibenahi.
Ketua Lajnah Tsaqofiyah Muslimah HTI Dedeh Wahidah Achmad menyampaikan apresiasi atau upaya Kementerian Agama membekali para calon pengantin (catin) dengan lebih baik mulai 2017. Tapi, itu saja tidak cukup. Solusi pada dasarnya mengatasi sebab dan perceraian bukanlah masalah sederhana.
"Banyak catin yang tidak mengerti hukum Islam. Pembekalan catin dua hari ini apa cukup menyiapkan perempuan jadi ibu? Itu pun hanya formalitas agar bisa menikah," ungkap Dedeh usai paparan Risalah Akhir Tahun Muslimah HTI di Sofyan Inn Hotel, Jakarta, pekan ini.
Belum lagi persoalan sistemik, misalnya suaminya yang tidak bisa memberi nafkah karena tidak punya kerja. Ada persoalan pada bagaimana negara menyiapkan lapangan kerja cukup bagi laki-laki. Pun media sosial.
"Yang bisa itu negara, tidak cukup komunitas. Mengatasi masalah di pangkalnya," kata Dedeh.
Rupa-rupa lembaga yang dibentuk tidak bergerak karena di era kapitalis ini basis gerak adalah uang. Ini yang menjauhkan masyarakat dari nilai kepedulian.
Muslimah HTI sudah mengajukan audiensi ke Kemenag untuk menyampaikan masukan terkait meningkatnya kasus perceraian.
Awal 2017 mendatang, melalui program ketahanan keluarga, Kementerian Agama akan memberi pembekalan calon pengantin dengan lebih intensif selama dua hari dari sebelumnya hanya beberapa jam. Program percontohan akan dimulai di 10 titik terlebih dulu.
Pemerintah menyiapkan anggaran hingga Rp 60 miliar untuk program ini. Rencananya pihak terlibat dalam program ini juga meliputi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan.